Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Menteri Sosial
Idrus Marham akan menjalani sidang putusan kasus dugaan
suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Agenda pembacaan putusan pada Selasa (23/4) ini seharusnya berlangsung pekan lalu. Namun, karena hakim berhalangan hadir, sidang tersebut dipindah ke hari ini.
Idrus sendiri, melalui kuasa hukumnya, mengaku siap mendengar nasibnya dalam sidang putusan hari ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selalu siap menghadapi persidangan," kata kuasa hukum Idrus, Samsul Huda lewat pesan singkat.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menuntut pidana lima tahun penjara kepada Idrus dalam kasus dugaan suap PLTU Riau 1. Jaksa menilai Idrus bersama anggota Komisi VII DPR Fraksi Golkar, Eni Maulani Saragih terbukti menerima hadiah senilai Rp2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
"Menuntut Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama lima tahun dan pidana denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Lie Putra Setiawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis dua pekan lalu.
Lie menyebut tuntutan sudah berdasarkan dakwaan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus ini jaksa tidak menuntut pencabutan hak politik Idrus. Ini berbeda dengan Eni yang selain mendapat vonis enam tahun penjara, juga dicabut hak politiknya selama tiga tahun. JPU berdalih hukuman itu tak dijatuhi ke Idrus karena sudah dibebankan ke Eni.
Untuk diketahui pengurusan IPP PLTU Riau-1 dilakukan Eni dengan melaporkan ke mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov). Namun setelah Setnov ditahan KPK dalam kasus e-KTP, Eni Maulani melaporkan perkembangan proyek ke Idrus Marham yang saat itu masih menjabat sebagai Sekjen Golkar.
Eni sendiri pada 1 Maret 2019 lalu telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan Sin$40 ribu dolar. Selain hukuman fisik, Eni juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama tiga tahun.
(bin/osc)