Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (
Jokowi) menyerahkan segala proses hukum terkait kasus suap yang menjerat Direktur Utama PT
Perusahaan Listrik Negara (Persero)
Sofyan Basir kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sofyan sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
"Berikan kewenangan ke KPK untuk menyelesaikan setiap masalah-masalah hukum yang ada terutama dalam hal ini terkait korupsi," kata Jokowi di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (24/4).
Sebelumnya, KPK telah memberi pernyataan bahwa Sofyan terlibat dalam kasus dugaan suap di proyek PLTU Riau-1. Keterlibatan Sofyan terkuak dari hasil pengembangan perkara kasus dugaan suap proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan pihaknya menduga Sofyan menerima uang dari Johanes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd. Sofyan diduga turut membantu Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Johanes Kotjo.
 Sofyan Basir. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
"SFB diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham," kata Saut.
Sofyan disangkakan melanggar pasal pasal 12 huruf a UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kasus ini bermula dari pada Juli 2018 saat KPK menangkap tangan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih terkait kasus suap dalam proyek yang sama. Kasus ini pun turut menyeret sejumlah nama salah satunya mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham. Idrus dan Eni pun sudah menerima vonis.
Hakim menjatuhkan vonis tiga tahun untuk Idrus Marham. Tak hanya kurungan penjara, majelis hakim juga menjatuhkan sanksi denda Rp150 juta dengan subsider dua bulan penjara.
Sementara itu, Eni pada 1 Maret 2019 lalu telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsidair dua bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan Sin$40 ribu dolar.
Selain hukuman fisik, Eni juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama tiga tahun.
[Gambas:Video CNN] (uli/ain)