Jakarta, CNN Indonesia -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) telah menemui pegawai lembaga antirasuah tersebut dan membahas petisi terkait hambatan penanganan
kasus tipikor.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pimpinan mendengarkan secara detail masukan yang disampaikan wadah pegawai lembaga tersebut. Walhasil, kata dia, tindakan lebih lanjut sudah tergambar.
"Sudah berkumpul ya para pegawai dan pimpinan mendengar apa yang disampaikan secara langsung dan secara detail. Sehingga di sana sudah tergambar apa poin-poin yang harus dilakukan lebih lanjut," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (24/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan hasil pertemuan itu akan didiskusikan secara lebih lanjut di tingkat lima pimpinan lembaga antirasuah. Sebab, lima pimpinan KPK belum bertemu secara lengkap untuk membahas poin dari petisi-petisi itu.
"Pimpinan masih ada penugasan, ada yang di Jakarta, di daerah lain, ada juga penugasan di luar negeri untuk kegiatan KPK. Nanti kalau sudah ada jadwal untuk bertemu, maka segera akan dibahas bersama," ujar Febri.
Dalam petisi itu, setidaknya ada lima poin yang menyebabkan masalah di bidang penindakan. Pertama, terhambatnya penanganan perkara pada ekspose tingkat kedeputian.
Penundaan tersebut dianggap tak memiliki alasan yang jelas dan terkesan mengulur waktu hingga berbulan-bulan. Hal itu dianggap berpotensi menghambat pengembangan perkara ke level pejabat lebih tinggi.
Poin kedua adalah tingkat kebocoran yang tinggi di tahap penyelidikan. Dalam beberapa bulan belakangan penyelidikan kerap bocor dan berujung kegagalan pada operasi tangkap tangan. Alhasil, hal itu berdampak pada munculnya ketidakpercayaan di antara pegawai dan pimpinan serta membahayakan keselamatan personel di lapangan.
"Hampir seluruh satgas di penyelidikan pernah mengalami kegagalan dalam beberapa kali pelaksanaan operasi tangkap tangan yang sedang ditangani karena dugaan adanya kebocoran OTT," demikian penggalan petisi yang dibuat pada 29 Maret lalu.
Poin ketiga, pegawai mengeluhkan perlakuan khusus terhadap saksi. Mereka mengalami kesulitan memanggil saksi pada level jabatan atau golongan tertentu.
Selain itu sejumlah saksi juga mendapatkan perlakuan istimewa misalnya dari cara mereka masuk ke Gedung KPK memenuhi panggilan pemeriksaan. Contohnya ada saksi yang masuk melalui
basement,
lift pegawai, dan masuk tanpa melalui lobi serta melakukan pendaftaran sebagaimana prosedur yang seharusnya.
Poin keempat, pegawai mengeluhkan sulitnya mendapat izin penggeledahan di lokasi tertentu. Tanpa alasan objektif pengajuan penggeledahan di lokasi tertentu tidak diizinkan. Hal itu membuat penyidik kesulitan untuk mengumpulkan barang bukti.
Poin terakhir, pegawai juga menyoroti pembiaran dugaan pelanggaran berat. Sejumlah dugaan pelanggaran berat oleh oknum di penindakan dinilai tidak ditindaklanjuti secara transparan oleh pengawas internal.
(sah/kid)