Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR RI
Fahri Hamzah membeberkan alasannya mau jadi saksi meringankan untuk terdakwa kasus berita bohong atau hoaks
Ratna Sarumpaet di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (7/5).
Fahri mengatakan dirinya mau menjadi saksi meringankan karena Ratna telah meminta maaf melakukan kebohongan.
Lantaran permintaan maaf itulah, Fahri beranggapan jika berita bohong terkait wajah lebam Ratna telah selesai. Namun dia mengaku tidak menyangka kasus ini justru sampai ke meja hijau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meringankan tentunya ya, karena saya dari awal setelah peristiwanya berlalu dan beliau minta maaf, saya tadi menganggap sudah selesai tapi ya rupanya berlanjut. Sudah berseri-seri ini, sudah berbulan-bulan, bahkan sudah beberapa lama sejak di tangkap, sudah tujuh bulan," ujarnya di PN Jaksel.
Fahri menilai negara telah membuang tenaga untuk kasus tersebut karena Ratna telah mengaku melakukan kebohongan. Menurutnya saat Ratna mengaku berbohong itulah seharusnya kasus tersebut selesai.
"Sebenarnya negara enggak perlu menghabiskan tenaga untuk yang begini-begini, karena ini kan persoalan yang sudah selesai, karena dia sudah mengaku," ujar politikus PKS tersebut.
 Ratna Sarumpet di luar ruang sidang PN Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Pada sidang lanjutan kali ini, Fahri akan menjadi saksi fakta untuk Ratna. Fahri mengaku dirinya tidak mempersiapkan apapun, karena dirinya hanya diundang sebagai saksi fakta oleh Ratna. Fahri mengatakan hanya akan memberikan keterangan sesuai dengan apa yang didengar, dilihat dan dirasakan.
"Persiapannya enggak ada ya karena saya cuma diundang sebagai saksi fakta jadi nanti saya akan sampaikan apa yang saya ketahui, apa yang saya dengar, lihat, rasakan," ucapnya.
Dalam kasus ini, Ratna didakwa dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana karena dianggap telah menyebarkan berita bohong untuk membuat keonaran.
Selain itu, Ratna juga didakwa dengan Pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dinilai telah menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atas dasar Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).
[Gambas:Video CNN] (gst/kid)