LIPUTAN KHUSUS

Cerita Lama Pantura, Jalur Primadona Mudik Lebaran

CNN Indonesia
Selasa, 28 Mei 2019 09:06 WIB
Pantura punya sejarah muram sebagai bagian dari Jalan Raya Pos yang dibangun Deandels. Pernah jadi primadona jalur mudik, Pantura kini terpinggirkan.
Jalur Pantura Jawa yang pernah jadi primadona saat musim mudik tiba. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jalur Pantai Utara atau Pantura pernah jadi jalur primadona saat musim mudik lebaran. Ribuan kendaraan akan berbondong-bondong, baik kendaraan pribadi, bus umum maupun sepeda motor melalui Pantura untuk menuju berbagai wilayah di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Pantura jadi favorit pemudik lantaran sebelum ada tol, hanya ada dua jalur utama yakni Pantura dan jalur pantai selatan. Pantura lebih jadi pilihan lantaran banyak pemudik lebaran punya tujuan sejumlah daerah di wilayah utara Jawa.

Jalur Pantura juga relatif lebih rata dan tidak banyak belokan seperti jalur pantai selatan. Sudah jamak jadi pemandangan jelang lebaran Pantura bakal dipadati kendaraan pemudik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun kini, perlahan jalur ini mulai ditinggalkan karena sudah ada jalan tol bebas hambatan yang memanjang dari Cikopo hingga Semarang.

Jalan tol jelas lebih diminati karena pemudik tak lagi menemui titik macet seperti persimpangan atau pasar tumpah seperti yang ada di Pantura.

Dengan ditinggalkannya Pantura sebagai jalur utama, roda-roda ekonomi juga terpengaruh. Restoran, stasiun pengisian bahan bakar umum, hingga penginapan terkena imbasnya.

Pantura kini bukan lagi sang primadona jelang mudik lebaran.

Daendels dan Sejarah Muram Pantura

Sejarah Pantura Jawa bercerita tentang kegetiran. Pena sejarah mengukirnya dengan tinta darah. Narasinya dibangun diiringi aroma kesengsaraan.  Di balik aspal yang saban hari digilas roda, ada kuburan massal pekerja jalan di utara Pulau Jawa itu.

Sejarah Jalan Raya Pantura milik seorang gubernur jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels (1762-1818). Tuan Besar Guntur, dimikian ia dijuluki adalah otak dibalik pembangunan Jalan Raya Pos atau de Groote Postweg. Jalan Raya Pos dibangun Daendels setahun (1808-1809) lewat keringat pribumi.

Membentang 1.000 kilometer dari Anyer-Panarukan melalui sisi Pulau Jawa bagian utara. Kota-kota di Jawa saling terjahit proyek ambisius itu. Jalan Raya Pantura adalah bagian dari proyek tersebut.

Tonggak awal pembangunan Jalan Raya Pos dilakukan pada 7 Maret 1808 seiring dengan surat keputusan yang ia buat usai memetakan kondisi Pulau Jawa. Daendels melebarkan jalan, membuka jalur dalam kerimbunan hutan. 

Pembangunan de Groote Postweg sepanjang 1.000 kilometer jadi babak awal genosida Daendels di Jawa. Catatan Inggris menyebut sedikitnya 12 ribu pribumi tewas. Catatan itu diungkap William Thorn, tentara Inggris dalam bukunya 'Memoir of The Conquest of Java'.
Nostalgia Pantura Jalur Primadona Mudik (EMBARGO)Simpang Jomin, salah satu persimpangan di Jalur Pantura. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Catatan itu yang membuat sastrawan Pramoedya Ananta Toer menulis ulang dalam bukunya 'Jalan Raya Pos Jalan Raya Daendels'. Pram menyebut pribumi tewas karena lelah dan malaria. Pembangunan Jalan Raya Pos menguruk rawa, mengikis cadas, dan membuka hutan. Pram menyebut pribumi dikerjapaksakan.

Guru Besar Sejarah Universitas Indonesia Djoko Marihandono membenarkan banyak korban jiwa dan darah bertumpah semasa pembuatan Jalan Raya Pos. Namun dia menolak dikatakan itu terjadi karena kerja paksa.

Djoko menyebut pekerjaan pembuatan jalan raya dibangun dengan skema kerja upah. Direktur Jenderal Keuangan Hindia Belanda saat itu, Van Ijsseldijk menyiapkan dana untuk upah pekerja dan mandor, peralatan, dan konsumsi atau ransum. Anggarannya 30 ribu ringgit ditambah dengan uang kertas yang begitu besar (Historia Edisi XXIII, Mei 2015).

Pada masa awal pembangunannya, Jalan Raya Pos memiliki lebar dua 'rijlandsche roeden'. Kira-kira 7,5 meter. Jalan Raya Pantura berakar pijak dari Jalan Raya Pos warisan Daendels, meskipun Daendels tak pernah membangun ruas Batavia-Cirebon melalui jalur utara.

Daendels membelokkan arah ke selatan Jalan Raya Pos melalui Bogor-Cisarua-Cianjur-Bandung dan Sumedang dan kemudian baru bertemu di satu titik di Cirebon. Ini dilakukan karena terjadi pemberontakan Bagus Rangin di pesisir Indramayu hingga Cirebon.

Djoko Marihandono memastikan pembangunan jalan Anyer-Panarukan lebih termotivasi oleh kepentingan ekonomi. Daendels mengeluarkan besluit atau keputusan bahwa tujuan pembangunan jalan itu untuk dua kepentingan, yaitu membantu pengangkutan komoditas pertanian ke gudang pemerintah atau pelabuhan dan untuk mobilisasi militer.

Keberadaan Jalan Raya Pos disebut bukan hanya mempersingkat waktu tempuh. Kehadirannya memunculkan kasta baru di tengah masyarakat. Setelah de Groote Postweg rampung, hanya kalangan tertentu yang bisa menggunakan jalan raya ini.

Saat ada kendaraan melewati jalan ini, rakyat jelata harus meletakkan barang yang mereka pikul lalu duduk bersimpuh dengan kepala menunduk sebagai tanda hormat.

Hal ini yang disebut menjadi salah satu pemicu Pangeran Diponegoro jengah dan mengobarkan Perang Jawa (1825-1830).

Istilah 'Pantura'

Selama 200 tahun berlalu, Jalan Raya Pos bertransformasi menjadi jalan yang dikenal dengan nama Jalur Pantura. Tak ada lagi bunyi gerobak kuda mengantar surat seperti fungsi awal de Groote Postweg dibuat.

Suasana berganti deru knalpot truk, asap pekat bus lintas Jawa dan nada sumbang pengamen di tiap lampu merah. Pantura kini jadi ikon memori kolektif masyarakat tiap kali mudik ke kampung halaman.

Disertasi Dr Endah Sri Hartatik, 'Dari Jalan Pesisir Menjadi Jalan Raya Pantura' (Universitas Gadjah Mada, 2016) menyebut perubahan fisik dan fungsi Jalan Raya Pos amat signifikan dua abad setelah jalan itu dibuat. 

Dalam disertasinya yang fokus pada ekonomi Pantura di Jawa Tengah tersebut menyebut revitalisasi Pantura terjadi setelah krisis ekonomi dunia tahun 1930. Migrasi penduduk di Pulau Jawa tak terelakkan. Perkembangan Pantura pesat pada 1980. Saat itu orientasi ekonomi Pulau Jawa berubah dari tanaman perkebunan menjadi tanaman pangan dan industrialisasi di pesisir pantai utara Jawa.
Nostalgia Pantura Jalur Primadona Mudik (EMBARGO)Perbaikan terus dilakukan di Jalur Pantura jelang musim mudik lebaran 2019. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Pengajuan angkutan umum melintas di Pantura pertama kali dilakukan pada 22 Maret 1928. Adalah seorang pengusaha Tionghoa, Oey Soey Seng yang mengajukannya. Perusahaan busnya saat itu bernama Graham Brothers. Angkutan bus pertama berplat G 845. Trayeknya Bumiayu-Tegal, Tegal-Brebes, dan Tegal-Pekalongan.

Tak ada yang mengetahui secara pasti kapan kemunculan istilah 'Pantura'. Namun demikian, Endah mencatat istilah 'Pantura' dalam wacana di media massa muncul pada penghujung 1980.

'Pantura' kerap ditampilkan dalam pemberitaan koran Kedaulatan Rakyat, Kompas, dan Suara Pembaruan yang menyebut Pantura merujuk pada kawasan Pantai Utara Jawa dengan segala aktivitas perekonomian di pesisirnya.
[Gambas:Video CNN] (ugo/ain/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER