Ratna Sarumpaet: Jangan Samakan Saya Dengan Pejabat Publik

CNN Indonesia
Selasa, 14 Mei 2019 22:14 WIB
Ratna Sarumpaet ingin dianggap sebagai publik figur yang dikatakannya boleh berbohong.
Terdakwa kasus berita bohong atau Hoax Ratna Sarumpaet didampingi putrinya Atikah Hasiholan saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selasa,7 Mei 2019. (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet, meminta kepada hakim supaya tidak menyamakan dia dengan pejabat publik lainnya.

Hal tersebut disampaikan Ratna sesaat sebelum sidang lanjutan, yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ditutup.

Menurut Ratna, pejabat publik tidak diperbolehkan melakukan kebohongan. Maka itu dia tidak ingin disamakan dengan pejabat publik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya minta maaf yang mulia bikin banyak tersendat tadi, karena saya kurang konsisten, diawal gagap-gagap, saya juga ingin dicatat bahwa saya ini jangan disamakan pejabat publik dengan publik figur, saya bukan pejabat publik saya aktivis yang terkenal karena pekerjaannya," ujarnya, Selasa (14/5).

Mendengar pernyataan Ratna, Hakim Ketua Joni pun mempertanyakan kepadanya siapa pihak yang menyamakan dirinya dengan pejabat publik. Pasalnya, hakim menilai tidak ada pernyataan yang menyatakan Ratna sebagai pejabat publik.

Namun, Ratna berkilah meminta supaya hakim mau mencatat pernyataannya.

"Enggak dicatat saja karena ini hubungannya dengan kesalahan. Pejabat publik itu tidak boleh salah, tidak boleh bohong, tapi publik figur," tuturnya.

Ratna pun mengatakan jika publik figur diperbolehkan untuk berbohong.

"Boleh (publik figur berbohong). Ahli itu mengatakan orang boleh berbohong, tapi dalam konteks kedudukan misalnya, pejabat publik dalam kedudukannya tak boleh bohong," tuturnya.

Sidang tersebut merupakan sidang dengan agenda mendengarkan keterangan Ratna. Dalam sidang itu, Ratna mengaku tidak tahu alasan kenapa berbohong soal operasi plastik yang dilakukannya.

Dalam kasusnya, Ratna didakwa dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana karena dianggap telah menyebarkan berita bohong untuk membuat keonaran.

Selain itu, Ratna juga didakwa dengan Pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena dinilai telah menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atas dasar Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). (gst/fea)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER