Tiga hari usai
nazhor, calon suami Ayu langsung mengutarakan keinginan untuk
khitbah atau melamar melalui orang tuanya. Namun permintaan
khitbah itu tak langsung disetujui orang tuanya. Ayu bahkan dimarahi karena dinilai terburu-buru ingin melangsungkan pernikahan dengan lelaki yang baru dikenalnya.
"Orang tua saya kan belum tahu siapa dia, orang tuanya bagaimana. Saya dimarahi habis-habisan. Setelah itu baru ibu bilang kalau memang serius bawa ibunya ke rumah," kata Ayu.
Ibu calonnya itu pun datang menyambangi ke rumah. Mereka mengobrol dan menyampaikan niat baik untuk segera melamar. Namun orang tua Ayu tetap berkukuh tak menerima lamaran. Alih-alih melanjutkan proses
khitbah, Ayu justru diminta mengenal lebih jauh calon suaminya selama setahun. Saat itulah terbersit keinginan di diri Ayu untuk menyudahi niat
taaruf tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ibu bilang maunya saya kenal lebih jauh, ya jalanlah, teleponanlah. Ya bagaimana, saya mikir kan
taaruf itu tidak pacaran. Saya sudah mau bilang kalau dikasih waktu satu tahun mending saya mundur aja. Pas mau bilang begitu, eh ibu saya bilang 'kalau Ayu memang yakin mau nikah ya sudah enggak apa-apa'," tuturnya.
Keduanya akhirnya menggelar pernikahan usai lebaran tahun lalu.
Ayu yang saat ini tengah mengandung anak pertama itu mengaku lega dapat melangsungkan
taaruf dengan suaminya. Tak ada yang berbeda sejak awal dirinya mengenal suaminya itu.
"Setelah menikah alhamdulillah tidak ada yang berubah dari suami. Saya yakin saja. Awalnya memang banyak ujian tapi setelah itu semuanya gampang," katanya.
 Pernikahan menjadi salah satu tujuan kalangan muda muslim untuk menghindari dosa di balik berpacaran. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Pengalaman taaruf juga dirasakan Astrid yang juga aktif ikut kajian hijrah Khalid Basalamah bersama Ayu di Masjid Nurul Iman, Blok M Square, Jakarta Selatan. Astrid juga sudah tak mau percaya lagi laki-laki yang hanya bermodal janji manis tanpa bisa memberi kepastian soal tanggal ke pelaminan.
Namun berbeda dengan Ayu, perempuan 28 tahun ini menempuh
taaruf melalui perantara kakaknya.
Ia sendiri bukannya tak menjajal
taaruf melalui laman web Mawaddah. Hanya saja tak ada laki-laki yang sreg di hatinya di laman cari jodoh syariah itu.
Astrid saat itu pun sempat melupakan keinginannya untuk taaruf. Apalagi ia juga harus merawat ayahnya yang tengah sakit keras.
"Waktu itu sudah
hopeless. Mungkin memang diminta fokus dulu ngurus orang tua," katanya.
Di tengah kesibukan Astrid mengurus ayahnya, kakak laki-lakinya ternyata diam-diam 'mempromosikan' identitas atau Curriculum Vitae (CV) milik Astrid untuk mengikuti
taaruf.
Sampai suatu hari kakaknya itu memberi tahu Astrid ada laki-laki yang tertarik dengan riwayat miliknya.
"Awalnya aku enggak
ngeh siapa, terus aku baca CV-nya ternyata guru TK. Akhirnya aku salat istikharah coba diyakinkan," katanya.
Astrid mulanya sempat ragu melihat latar belakang pekerjaan calonnya itu. Ia khawatir jika sifatnya yang cenderung serius tak cocok dengan calonnya yang banyak bergaul dengan anak kecil.
 Ilustrasi. Kalangan muda yang berhijrah meyakini jodoh sepenuhnya di tangan Allah. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Perempuan yang bekerja di perusahaan swasta ini terus berdoa sebelum benar-benar menerima permintaan
taaruf calon suaminya. Beruntung, orang tuanya langsung menyetujui niat taaruf dengan calonnya saat itu.
"Aku berdoa terus dan memang tidak ada alasan buat
nolak dia karena orang tua mengizinkan. Aku mikir mungkin memang itu jawaban dari doa-doaku," katanya.
Astrid pun
nazhor pertama kali di suatu tempat makan bersama kakak dan ustaz yang mendampingi calonnya itu. Ia saat itu tak berani menatap langsung calon suaminya.
Dari pertemuan itu, Astrid dan calonnya sepakat melakukan pertemuan lanjutan. Namun duka justru datang ketika ayahnya yang tengah sakit, meninggal dunia. Proses taaruf mereka pun sempat terhenti. Selama itu mereka hanya berkomunikasi melalui grup WhatsApp yang berisi Astrid, kakaknya, calon suaminya, dan ustaz yang mendampingi.
Astrid sempat pasrah untuk tak melanjutkan proses taaruf. Namun sebulan setelah ayahnya meninggal, calonnya itu pun menyatakan akan meng-
khitbah melalui kakaknya.
"Ya sudah kita lanjut dan akhirnya menikah," katanya.
Astrid mengaku bersyukur mampu melalui proses
taaruf yang cukup berliku.
"Intinya cari jodoh itu fokus sama diri sendiri dulu. Tidak usah fokus ke orang yang diincar tapi ternyata Allah tidak menginginkannya, karena insyaallah ketika prosesnya baik, Allah juga akan menjaga fitrah kita," kata Astrid.
(psp/dal)