Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa penuntut umum menegaskan pengakuan bersalah yang pernah disampaikan terdakwa
Ratna Sarumpaet tidak berarti sebagai penghapus dugaan tindak pidana yang dia lakukan.
Hal tersebut disampaikan oleh jaksa dalam sidang tuntutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/5).
Jaksa penuntut umum memaparkan sejumlah keterangan saksi yang dihadirkan oleh pihak Ratna. Jaksa menilai keterangan saksi dari Ratna tidak berpengaruh pada pembuktian di persidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebutkan sejumlah saksi seperti Fahri Hamzah, Cahaya Nainggolan dan dokter Juliansyah yang telah memberikan kesaksian.
Fahri saat menjadi saksi menyatakan sempat mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh dan aktivis untuk membicarakan penganiayaan yang dialami Ratna. Namun, setelah Ratna mengakui dirinya berbohong, Fahri menganggap hal itu telah selesai dan tidak perlu diperpanjang.
"Pengakuan bersalah terdakwa bukan merupakan penghapus pidana," ujar jaksa.
Selain itu, jaksa menilai pernyataan dugaan penyakit kejiwaan Ratna dan konsumsi obat antidepresan yang dikonsumsi sebagai hal yang berlebihan.
"Konsumsi obat antidepresan adalah terlalu berlebihan," tuturnya.
Dalam kasus ini, Ratna Sarumpaet dituntut enam tahun penjara. Dia dianggap memenuhi unsur menyebarkan hoaks yang mengakibatkan keonaran seperti diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.
Selama mengikuti persidangan, jaksa menyebut Ratna dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Karena itu, Ratna tidak dapat dijerat dengan Pasal 44 KUHP tentang penderita sakit jiwa yang bebas dari pidana.
Jaksa pun menyebut Pasal 44 KUHP tidak terbukti pada Ratna. Meskipun, di persidangan kuasa hukum Ratna telah menghadirkan dokter kejiwaan Ratna yang menyebutnya membutuhkan obat anti depresan. Namun, dokter mengatakan kejiwaan Ratna masih dapat dikontrol.
[Gambas:Video CNN] (gst/pmg)