Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan sepakat menggunakan
hak angket melalui rapat paripurna. Hal ini untuk menindaklanjuti sejumlah dugaan pelanggaran oleh Pemerintah Provinsi Sulsel dalam menjalankan pemerintahan.
"Ada sejumlah masalah yang dinilai melanggar sehingga akan dilakukan penyelidikan. Panitia Khusus (Pansus) segera dibentuk berjumlah 20 orang dari fraksi yang setuju penggunaan hak angket," kata Ketua DPRD Sulsel HM Roem usai rapat di kantornya, Makassar, dikutip
Antara, Senin (24/6).
Dia mengatakan bergulirnya hak angket itu disepakati dua pertiga anggota yang hadir dalam rapat paripurna. Roem berharap bisa menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas sesuai undang-undang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Roem menyatakan hak angket itu tidak ada tendensi politik. Menurutnya, pembentukan Pansus hak angket tersebut sesuai dengan aturan tata tertib dewan pasal 64.
Dari 64 anggota dewan yang hadir, hanya empat orang tidak menyetujui hak angket. Masing-masing tiga orang dari Fraksi PAN dan satu dari PDIP. Mereka lebih memilih hak interpelasi atau hak bertanya.
Sementara fraksi yang setuju hak angket yakni Golkar (pengusul), Demokrat, Gerindra, Nasdem, Umat Bersatu, PPP dan Hanura. Mereka menindaklanjuti melalui pembentukan Panitia Khusus (Pansus).
Pengusul hak angket dari Fraksi Golkar Kadir Halid menyebut beberapa dugaan pelanggaran yang dilakukan Gubernur HM Nurdin Abdullah dan wakilnya, Andi Sudirman Sulaiman.
Pertama, mutasi dan pelantikan Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup Pemprov Sulsel. Hal ini terkait kontroversi SK Wakil Gubenur terhadap pelantikan 193 pejabat ASN yang tidak sesuai dengan aturan perudang-undangan, serta lahirnya dualisme kepemimpinan.
Kedua, mutasi PNS yang berasal dari Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Bone ke provinsi pascapelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel Priode 2018-2023. Diduga terjadi praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan mutasi yang tidak sesuai prosedur.
Ketiga, dugaan pratik KKN dalam penempatan pejabat tertentu, mulai jabatan eselon IV sampai pada tingkatan eselon II melalui hasil penyelidikan pengangkatan guru SMK yang belum sesuai kepangkatannya, serta banyak pejabat ASN dilantik tapi belum memenuhi persyaratan.
Keempat, pencopotan pejabat pimpinan tinggi pratama yakni Kepala Biro Pembangunan Setda Provinsi Sulsel, H Jumras dan kepala inspektorat Pemprov Sulsel, Lutfi Natsir oleh gubernur. Pencopotan ini dinilai tak mengindahkan mekanisme Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, pasal 77, 117, dan 118 serta Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2017.
Wagub memerintahkan proyek kecil disatukan untuk menjadi pekerjaan dengan lelang terbuka. Hal ini diduga melanggar Pepres nomor 16 tahun 2018, pasal 20. Kemudian pejabat Sekda mengeluarkan surat edaran memerintahkan mengembalikan pengadaan barang dan jasa kualifikasi penunjukan langsung ke masing-masing OPD.
Kelima, serapan anggaran APBD 2019 yang sangat minim membuat perekonomian melambat. Selain itu tidak ada transaksi perekonomian yang stabil akibat keterlambatan penggunaan anggaran.
"Kami memandang tidak cukup hanya menggunakan hak bertanya atau interpelasi, sebab permasalahanya sudah sangat jelas dan diperlukan adanya mekanisme untuk mengungkap faktor terjadinya dualisme kepemimpinan dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah," ujar Kadir.
Pansus akan menjalankan proses pemeriksaan selama 60 hari. Semua pihak terkait akan dipanggil, baik itu gubernur dan wakil gubernur, Sekda, Dinas atau Orgasnisasi Perangkat Daerah (OPD) dan pihak terkait lainnya.
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah (kiri). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Dicap Sarat Muatan Politik PraktisKetua Fraksi PDIP Sulsel H. Alimuddin menyebutkan hak angket tersebut ditengarai kuat sarat muatan politik praktis.
Menurutnya, hak angket itu sebagai reaksi balas dendam sejumlah partai politik atas kekalahan di Pilgub Sulsel. Terlebih karena alasan penggunaan hak angket dianggap berlebihan dan tidak rasional.
"Tidak boleh berpolitik praktis seperti itu, harus kedepankan politik kebangsaan. Ini lembaga daerah untuk kepentingan rakyat," kata Alimuddin.
Menurutnya, pelantikan ratusan pejabat Pemprov yang dipersoalkan dalam hak angket sejatinya sudah selesai. Persoalan demikian juga dianggap tidak mesti diselesaikan dengan hak angket.
"Pelanggaran apa yang harus diselidiki dari pelantikan itu. Di DPRD ada komisi yang bisa melakukan evaluasi, itu juga sudah ada koreksi," katanya.
Alasan awal diajukannya angket ini terkait terbitnya SK wakil gubernur dan pelantikan 193 pejabat di lingkup Pemprov yang berakhir dengan pembatalan. Namun belakangan muncul alasan lain yakni, soal realisasi APBD Provinsi Sulsel Tahun 2018-2023.
[Gambas:Video CNN] (antara/pmg)