Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menargetkan penyelesaian Rancangan Undang-undang (RUU) tentang
Penyadapan pada awal Juli.
"Awal bulan depan itu proses penyusunannya sudah selesai dan Baleg akan mengambil keputusan, kemudian itu baru menjadi usulan inisiatif untuk diparipurnakan," kata Supratman kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (25/6).
Dia menerangkan, salah satu hal yang diatur dalam rancangan regulasi tersebut ialah mewajibkan semua institusi hukum, kecuali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk meminta izin ke pengadilan lewat Kejaksaan Agung lebih dahulu sebelum melakukan penyadapan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyadapan yang berkaitan dengan kewenangan KPK itu tidak perlu memerlukan izin dari pengadilan," kata Supratman.
Lebih jauh, dia menyampaikan bahwa Komisi III DPR menargetkan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) selesai sebelum masa jabatan DPR RI periode 2014-2019 berakhir.
"Sebagai gambaran semua, teman-teman [Komisi III] berkeinginan supaya dalam akhir periode ini KUHP akan selesai, itu yang saya dengar," ujar Supratman.
Sebelumnya, Baleg DPR sudah meminta masukan dari KPK perihal isi draf RUU Penyadapan ini, pada Desember 2018. Saat itu, pandangan yang masih berbeda antara kedua institusi salah satunya adalah soal penghancuran alat bukti penyadapan.
DPR menginginkan hasil penyadapan dihancurkan dalam waktu 2 tahun, sementara KPK ingin itu terjadi saat kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap.
Diketahui, RUU Penyadapan menjadi salah satu dari 55 RUU yang masuk program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2019.
Penyusunan RUU Penyadapan ini merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi terkait hasil uji materi terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang diajukan oleh eks Ketua DPR Setya Novanto.
Dia saat itu terjerat kasus papa minta saham yang terungkap lewat rekaman perbincangan yang diungkap oleh eks Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin.
(mts/arh)