Dalih Mangkrak Kasus Garuda Terganjal Dokumen Bahasa Inggris

CNN Indonesia
Rabu, 03 Jul 2019 17:18 WIB
Mandeknya penanganan kasus korupsi Garuda Indonesia diakui karena kerterbatasan jumlah SDM KPK dalam menerjemahkan dokumen rahasia dan sangat banyak.
Gedung Merah Putih KPK. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus suap di Garuda Indonesia sudah berumur 2 tahun sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo selaku presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi sebagai tersangka kasus tersebut pada 16 Januari 2017.

Emirsyah dalam perkara ini diduga menerima suap €1,2 juta dan $180 ribu atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai $2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia.

Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku beneficial owner dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rolls Royce sendiri oleh pengadilan di Inggris berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris sudah dikenai denda sebanyak £671 juta atau sekitar Rp11 triliun karena melakukan pratik suap di beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, China, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak, Anggola.

Umur kasus ini terbilang panjang lantaran tak kunjung naik ke meja hijau. Banyak pihak yang meminta lembaga antirasuah itu untuk segera menuntaskan kasus ini, mulai dari LSM hingga parlemen.

Eks Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar sudah dua tahun menyandang status tersangka.Eks Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar sudah dua tahun menyandang status tersangka. (AFP PHOTO / ADEK BERRY)
KPK beberapa kali menyebutkan sejumlah alasannya terkait dengan mandeknya kasus ini. Pada Februari 2019 lalu misalnya kasus suap Garuda tak kunjung naik ke meja hijau lantaran kekurangan jaksa.

Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7), KPK beralasan bahwa dokumen berbahasa Inggris jadi hambatan penanganan perkara ini.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil menyinggung beberapa kasus yang tersangkanya begitu lama tidak diproses lagi oleh KPK. Menurutnya, ini menyangkut hak asasi manusia.

Ia mencontohkannya dengan mantan kepala daerah di Aceh sudah 3,5 tahun jadi tersangka. Tapi, hingga kini belum juga diajukan ke pengadilan.

Ketua KPK Agus Rahardjo merespons bahwa ada hambatan di sejumlah penanganan kasus. Misalnya, kasus korupsi di Pelindo II dengan tersangkanya RJ Lino dan kasus Garuda Indonesia.

Ia sempat berjanji bahwa kasus ini bakal segera rampung tahap penyidikannya pada Juli 2019. Sejumlah dokumen dan bukti baru sudah diterima oleh komisi antirasuah.

ANTARA FOTO/Reno EsnirTerrsangka lain dalam kasus korupsi di Garuda, Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Pimpinan lainnya Laode M. Syarif juga mengaku sudah memarahi anak buahnya yang menjadi ketua satuan tugas kasus ini. Bahkan dirinya juga 'pasang badan' dan siap diberi rapor merah bila kasus ini tak rampung di Juli 2019, seperti yang dijanjikan.

"Khusus untuk kasus Garuda, saya sudah marahi Kasatgas. Ini bulan Juli, dicatat saja Komisi III sebagai rapor merah kalau bulan Juli ini belum selesai. Itu jaminan saya sebagai pribadi," ujar Syarief.

Komisi III DPR, dalam kesimpulan RDP dengan KPK itu, pun meminta lembaga antirasuah untuk menuntaskan kasus-kasus lama.

"Komisi III DPR meminta pimpinan KPK untuk segera menyelesaikan sisa/tunggakan perkara korupsi yang masih menumpuk secara akuntabel dan menyeluruh demi kepastian hukum, terutama kasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat serta terkait dengan penyelamatan keuangan dan pendapatan negara," demikian kesimpulan rapat itu.

Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menilai alasan KPK soal bahasa itu tidak logis. Pasalnya kasus ini bisa tercium lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo Cs bermula dari dokumen-dokumen yang berbahasa Inggris.

Diketahui, KPK awalnya menerima laporan dari SFO dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang sedang menginvestigasi suap Rolls Royce di beberapa negara, SFO dan CPIB pun mengonfirmasi hal itu ke KPK termasuk memberikan sejumlah alat bukti.


"Sejak awal kasus ini kan sudah berbahasa inggris karena KPK hanya mendapat limpahan dari otoritas Inggris, jadi sebelum penetapan tersangka pastinya dokumen tersebut seharusnya sudah diterjemahkan KPK," kata Boyamin kepada CNNIndonesia.com, Rabu (3/7).

Boyamin pun mengkritik KPK yang tak kunjung menyelesaikan kasus ini dengan berbagai alasan. Alasan bahasa Inggris itu, kata dia, hanya alasan KPK untuk berkilah semata.

"Itu betul-betul alasan ngeles aja," kata Boyamin.

Dalam akun Twitter-nya, Laode M Syarief mengatakan hambatan terkait dokumen berbahasa inggris itu karena keterbatasan SDM. Sementara, dokumen yang mesti diterjemahkan sangat banyak dan tak bisa dilimpahkan ke pihak luar karena kerahasiaannya.

"You may find it unacceptable but if you see these 'GIGANTIC legal documents' and you only have 3-4 persons working on it and you can not ask the help of translator because they are confidential information...you may appreciate those poor @KPK_RI officers," kicaunya, menanggapi protes salah satu warganet.

[Gambas:Video CNN] (sah/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER