Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi Masyarakat Sipil menilai Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2019 tentang
Jabatan Fungsional TNI hanya menjadi salah satu solusi jangka pendek untuk mengatasi penumpukan Perwira Tinggi (Pati) di lingkup TNI.
Direktur Imparsial Al Araf menyebut perlu ada strategi lain untuk mengatasi persoalan penumpukan perwira tinggi TNI.
"Tetap dibutuhkan sejumlah upaya dan strategi tambahan guna mencegah terjadi penumpukan jumlah perwira tinggi 'non-job' kembali di masa yang akan datang," kata Al Araf, di kantor Imparsial, Jakarta, Kamis (4/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koalisi Masyarakat Sipil, kata Al Araf, meminta pemerintah untuk memikirkan penataan sistem promosi yang berbasis pada kebutuhan dan kompetensi.
"Misalnya perekrutan anggota TNI harus disesuaikan dengan anggota yang akan pensiun," kata dia.
Selain itu, solusi jangka panjang lainnya adalah memulai program zero growth dalam perekrutan, pengetatan dalam seleksi sekolah atau pendidikan untuk kelanjutan perwira tinggi di Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI yang harus proporsional dengan jabatan yang ada.
Dia juga menyebut perlunya merit system dalam promosi karier dan jabatan. Kata Al Araf tanpa strategi jangka panjang dalam mengatasi reorganisasi TNI, sulit untuk membangun organisasi TNI yang efektif, efisien dan profesional di masa yang akan datang.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH) Bidang Advokasi Muhammad Isnur mengungkap per Desember 2018 ada kelebihan perwira tinggi bintang satu hingga tiga sebanyak 156 orang. Pada level kolonel mencapai 1069 orang.
Kemudian untuk kelebihan perwira tinggi yang berada di luar struktur seperti Kementerian dan Lembaga mencapai 625 orang dan 697 kolonel. Sebaliknya, Isnur menambahkan dari tingkat Prajurit Dua (Prada) sampai Letnan Kolonel (Letkol) terjadi kekurangan sebesar 126.897 atau sekitar 79,5 persen jabatan tersebut baru terisi.
"Terjadi kekurangan level Prada sampai Letkol sebesar 126.897 orang," imbuhnya.
Isnur mengatakan data itu dikutip dari asisten personalia Panglima TNI per Desember 2018
Perpres Nomor 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Tentara Nasional Indonesia mulai berlaku pada tanggal diundangkan pada 17 Juni 2019.
Dalam laman Sekretaris Kabinet, Perpres itu diklaim untuk melaksanakan ketentuan pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 39/2010 tentang Administrasi Prajurit TNI.
Pasal 1 ayat 1 Perpres tersebut menyebut jabatan fungsional TNI adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak serorang prajurit TNI dalam suatu satuan organisasi TNI yang dalam pelaksanaan tugasnya mensyaratkan penguasaan pengetahuan, keahlian, dan/atau keterampilan bidang tertentu
Perpres yang telah ditandangani pada Rabu 12 Juni ini menyebut pejabat fungsional TNI berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada kepala unit kerja/organisasi di mana yang bersangkutan ditugaskan.
Untuk kepangkatan, pejabat fungsional TNI setara dengan kepala unit kerja/organisasi.
Terkait dengan jabatan fungsional TNI sebagaimana dimaksud dalam Perpres 37 nomor 2019 terdiri dari ahli utama, ahli madya, ahli muda, dan ahli pertama. Sementara untuk fungsional keterampilan, terdiri atas penyelia, mahir, terampil, dan pemula.
[Gambas:Video CNN] (sas/wis)