Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Panitia Kerja Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Panja RKUHP) DPR Arsul Sani mempersilakan kalangan aktivis memberikan usulan terkait draf
RKUHP, terutama terkait delik penghinaan agama.
Dia meminta usulan itu diberikan dalam bentuk formulasi pasal-pasal yang dianggap krusial, bukan meminta menghilangkan pasal terkait.
"Mereka [kalangan aktivis] juga belum menyumbang [usulan formulasi], drafnya seperti apa, tapi jangan berdebat soal enggak ada pasal itu. Capek kalau itu," kata Arsul di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (5/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menerangkan, masalah dalam draf revisi KUHP terbagi menjadi dua bagian besar yakni politik hukum dan formulasi. Menurutnya, bagian yang dikritik kalangan aktivis seperti pasal penghinaan dan penodaan agama yang merupakan bagian dari politik hukum.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (Sekjen PPP) itu mengatakan tujuan sebenarnya dari kalangan aktivis ialah agar pasal tersebut dihilangkan dari draf revisi KUHP, meski kritik yang terlontar adalah soal formulasi pasal.
 Salah satu demo menentang pengesahan RKUHP. ( CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Namun, katanya, DPR dan pemerintah sepakat pasal tersebut harus ada dalam draf revisi KUHP.
"Kami memang agak kesulitan karena kalau yang di DPR dan pemerintah sepakat itu perlu ada sebagai politik hukum kita. Bahwa itu perlu supaya tidak gampang menjerat berarti itu urusannya formulasi pasal," ungkapnya.
Sebelumnya, Koalisi masyarakat sipil meminta penundaan pengesahan revisi KUHP karena masih memuat pasal penghinaan dan penodaan agama. Ketentuan itu dianggap multitafsir dan bisa diterapkan secara diskriminatif.
"Meskipun semangat pasal ini baik tetapi perlu diganti dengan kata yang tidak multitafsir," kata Pratiwi dari LBH Jakarta, Selasa (2/7).
Pasal yang dimaksud dalam RKUHP itu adalah pasal 250 dan pasal 313 yang mengatur soal penghinaan agama.
"Setiap Orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, dan agama, atau terhadap kelompok berdasarkan jenis kelamin, umur, disabilitas mental, atau disabilitas fisik dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV," demikian bunyi pasal 250 RKUHP versi 25 Juni 2019.
 Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi |
"Setiap Orang di muka umum melakukan penghinaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V," demikian bunyi pasal 313 RKUHP.
Sebelumnya, anggota Panja RKHUP DPR RI Taufiqulhadi menyatakan pasal penodaan agama dalam revisi KUHP semata-mata dibentuk untuk melindungi seluruh agama dan pemeluknya di Indonesia.
"Jadi kalau orang beranggapan itu, melampaui estimasi, jadi
beyond estimasi. Menurut saya itu adalah tidak tepat. Karena apa? Kami tidak pernah berpikir seperti itu. Kami menghendaki agar semua agama di Indonesia terlindungi," kata Taufiqulhadi kepada wartawan di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (3/7).
(mts/arh)