Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menuntut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur
Haris Hasanuddin pidana 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa menilai Haris terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Haris Hasanuddin berupa pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda sejumlah Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan," ujar Jaksa Riniyati Karnasih saat membaca amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertimbangannya, jaksa mengungkapkan hal-hal yang memberatkan. Terdakwa Haris, ungkap Jaksa, tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, telah mencoreng citra Kementerian Agama yang seharusnya menjunjung tinggi akhlak dan moralitas, serta menyebabkan ketidakadilan dalam proses mutasi dan promosi jabatan di kementerian Agama.
"Hal yang meringankan, satu terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya dan menyesali perbuatannya, dua terdakwa memberikan keterangan secara terus terang di persidangan," tutur Jaksa.
Jaksa menilai terdakwa Haris terbukti menyuap anggota DPR yang juga Ketua Umum PPP Muchammad Romahurmuziy alias Romi berupa uang sebesar Rp325 juta. Suap itu diduga sebagai imbal jasa atas pengangkatan Haris sebagai Kakanwil Kemenag Jatim.
Jaksa juga menyebut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebagai pihak yang turut menerima uang terkait jual beli jabatan ini.
Disebutkan bahwa Lukman turut menerima uang sebesar Rp70 juta yang diberikan secara bertahap masing-masing Rp50 juta dan Rp20 juta.
Jaksa juga menolak permohonan
Justice Collaborator (JC) yang diajukan Haris. Jaksa beralasan Haris tidak memenuhi syarat menjadi JC sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban serta Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 4 tahun 2011 tentang perlakuan
whistleblower dan JC.
Aturan tersebut mengatur syarat pelaku yang dapat mengajukan JC, yakni bukan pelaku utama, memberikan keterangan yang signifikan yang diperbuatnya dan pelaku lain yang lebih besar, serta mengembalikan semua hasil kejahatannya.
"Dengan menggunakan parameter-parameter tersebut dan disandingkan dengan keadaan yang melekat pada terdakwa Haris, jaksa berkesimpulan terdakwa Haris tidak memenuhi kualifikasi sebagai JC. Sehingga, JPU tidak menerima permohonan terdakwa Haris di atas," tukas Jaksa.
[Gambas:Video CNN] (ryn/arh)