Tim Gabungan Sebut Novel Ajukan Syarat TGPF Bentukan Presiden

CNN Indonesia
Rabu, 17 Jul 2019 21:50 WIB
Anggota tim pakar Hendardi mengaku saat dimintai keterangan Novel kooperatif, namun saat keterangan sensitif ia mensyaratkan TGPF bentukan presiden lebih dulu.
Anggota tim pakar Hendardi mengaku saat dimintai keterangan Novel kooperatif, namun saat keterangan sensitif ia mensyaratkan TGPF bentukan presiden lebih dulu. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tim gabungan untuk mengusut kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan mengaku penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  itu kooperatif saat diminta keterangan terkait teror yang dialaminya. Namun saat tim meminta petunjuk justru Novel mengajukan syarat-syarat yang tidak mungkin dipenuhi.

Anggota tim gabungan, Hendardi mengaku selama enam bulan investigasi yang dimulai pada 8 Januari 2019 hingga 7 Juli 2019 hanya dua kali bertemu dengan Novel. Pertemuan pertama adalah pertemuan informal saat tim berkunjung dan bertemu dengan pimpinan KPK.

Pertemuan kedua adalah pertemuan formal saat tim meminta keterangan Novel dan memasukkannya dalam berita acara pemeriksaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Secara umum kooperatif, maksudnya, dia (Novel) mau di-interview dan sebagainya, kooperatif. Namun seringkali kalau kita minta petunjuk apa yang dia inikan, beliau minta kalau itu harus dibentuk TGPF Presiden, memberikan syarat-syarat kepada kami yang tidak mungkin," ujarnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (17/7).


Hendardi mengatakan selain syarat TGPF yang dibentuk Presiden, Novel juga mengajukan syarat untuk mengungkap kasus kekerasan yang menimpa karyawan lain KPK.

Menurut Hendardi, pengajuan syarat Novel tidak dapat dipenuhi timnya karena bukan ranah mereka. Meskipun begitu, Hendardi menilai permintaan itu wajar mengingat Novel adalah korban.

"Atau (syaratnya) ungkap dulu seluruh kasus kekerasan yang terjadi terhadap pegawai KPK, itu bukan mandat kami. Tapi wajar saja permintaan itu sebagai seorang korban, tapi dia mau minta, mintanya jangan pada kami," tutur pria yang juga dikenal sebagai Direktur Setara Institute itu.

Tim Gabungan Sebut Novel Ajukan Syarat TGPF Bentukan Presiden
Sanggah Informasi Oknum Polri

Selain itu, Hendardi pun membantah pihaknya pernah memberikan informasi kepada Novel soal ada keterlibatan oknum Polri dalam kasus teror air keras tersebut. Selama enam bulan investigasi yang dilakukan, kata Hendardi, tak sekalipun tim pakar menyebut keterlibatan oknum Polri.

"Tim pakar yang mana? Enggak ada," jawabnya.

Hendardi justru meminta Novel memberikan petunjuk terkait oknum Polri yang diduga terlibat.

"Dia (Novel) tunjukkan sajalah jadi jangan begini suka mengatakan ada jenderal terlibat tapi kita suruh tunjukkan petunjuknya apa, atau buktinya apa, enggak disampaikan. Seperti juga ini, keterlibatan oknum Polri, kapan kita ngomong, yang ngomong itu siapa dan kapan," tuturnya.

Sementara itu kepada CNNIndonesia.com, Novel mengaku jika salah seorang tim pakar dalam pertemuan di KPK mengatakan dalam penyerangan itu melibatkan oknum Polri.

"Dan salah seorang tim pakar pun dalam pertemuan di KPK sudah mengatakan adanya keterkaitan atau penyerangan saya ini adalah melibatkan oknum Polri. Itu disampaikan jelas di depan Pimpinan KPK. Dan saya kira tim pakar punya keahlian, pengetahuan, dan pengalaman untuk melakukan pengungkapan dengan apa adanya," ujar Novel di kediamannya, Jakarta Utara, Rabu (17/7) pagi.


Dalam jumpa pers Tim gabungan telah membeberkan hasil laporan yang disampaikan ke Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Rabu (17/7) siang.

Mereka Mereka merekomendasikan kepada Polri untuk mendalami fakta keberadaan satu orang tidak dikenal yang mendatangi kediaman korban pada tanggal 5 April 2017 dan dua orang tidak dikenal yang duduk di dekat masjid.

Sementara itu dugaan lainnya adalah penyiraman terkait dengan kurang lebih enam kasus high profile yang ditangani oleh Novel.

kasus-kasus tersebut, yakni kasus korupsi proyek e-KTP, kasus suap sengketa pilkada yang melibatkan eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang melibatkan eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman, kasus korupsi proyek Wisma Atlet, kasus suap perizinan yang melibatkan Bupati Buol Amran Batalipu.

Selain lima kasus itu, ada satu kasus lagi yang bukan perkara korupsi atau suap, melainkan pidana umum, yakni kasus pencurian sarang burung walet di Bengkulu.

Hal tersebut karena dari investigasi cairan yang digunakan untuk melukai Novel adalah cairan asam sulfat. Cairan ini bukan cairan pekat untuk membunuh atau mencelakai melainkan ditujukan untuk membuat Novel menderita.


[Gambas:Video CNN] (gst/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER