Jakarta, CNN Indonesia -- Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan penutupan yang diajukan oleh korban
pelecehan seksual terhadap sejumlah guru dan petugas kebersihan
Jakarta Intercultural School. Salah satu gugatan yang tidak dikabulkan adalah soal penutupan JIS secara permanen.
Sidang perdata putusan sela itu berlangsung di PN Jakarta Selatan, Selasa (23/7). Kedua kuasa hukum penggugat maupun kuasa hukum tergugat satu sampai 10 menghadiri persidangan.
Dalam gugatan itu, korban pelecehan seksual JIS menggugat 10 pihak. Tergugat 1-7 merupakan pelaku yang sudah diadili dan menjalani hukuman penjara, tergugat delapan adalah JIS, tergugat sembilan adalah PTISS (pihak yang merekrut petugas kebersihan JIS), serta tergugat 10 adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim Ketua Lenny Wati Mulasimadhi pun membacakan putusannya tidak menerima gugatan penutupan JIS secara permanen.
Hakim Lenny menyatakan dalam persoalan izin sekolah pihaknya tidak memiliki wewenang untuk menyidangkan hal tersebut. Seharusnya gugatan dilakukan di PTUN.
"Mengabulkan eksepsi kompetensi absolut tergugat 1-10. Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadiili perkara nomor 704 dan membebankan biaya perkara sebesar Rp4 juta," ujarnya di ruang sidang Prof R Subekti SH.
Sementara itu seusai sidang, asisten kuasa hukum korban, Ibnu Setyo Hastomo mengatakan dari keseluruhan gugatan, hakim hanya membacakan satu gugatan. Adapun gugatan lainnya terkait dengan ganti rugi sebesar Rp1,7 triliun.
Ibnu mengatakan gugatan itu juga terkait dengan perbuatan hukum yang terjadi di sekolah.
"Jadi pokok gugatan itu menyatakan para tergugat sudah melakukan perbuatan melawan hukum, karena sudah terjadi tindak pidana seksual di tempat JIS, karena tidak ada pengawasan segala macam dan orang-orang kebersihan itu tergabung dalam PTISS," ujarnya.
Dia pun menyayangkan hakim yang sama sekali tidak menyinggung soal ganti rugi tersebut. Dan juga argumen hakim yang justru mengarah pada sah tidaknya JIS dibangun.
"Memerintahkan (untuk menutup) bukan menyatakan sah atau tidak sah izin dari pendirian JIS. Sedangkan dalam putusan sela para tergugat mengajukan pendirian JIS itu (dokumen) foto copy. Nah foto copy itu enggak bisa dijadikan dasar alat bukti dokumen yang sah menurut kami," tuturnya.
Ibnu mengatakan pihaknya akan konsultasi dengan kliennya langkah hukum apa yang selanjutnya akan dilakukan.
Diberitakan sebelumnya, Bantleman bersama asistennya, Ferdinant Tjiong, serta lima petugas kebersihan di JIS divonis bersalah karena dianggap terbukti melakukan pelecehan seksual kepada sejumlah siswa.
Pada April 2015, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Bantleman. Dia kemudian mengajukan banding dan putusan itu dianulir oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada Agustus 2015.
Setelah bebas beberapa bulan, Bantleman kembali menghuni penjara karena karena di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) memvonisnya bersalah. MA menghukum Bantleman 11 tahun penjara.
[Gambas:Video CNN] (gst/osc)