Jakarta, CNN Indonesia -- Polda Metro Jaya menghadirkan ahli pidana, Effendi Saragih dalam sidang lanjutan
praperadilan tersangka dugaan makar dan kepemilikan senjata api ilegal
Kivlan Zen. Effendi berpendapat penetapan tersangka hingga penangkapan sejatinya diizinkan dalam proses hukum.
Menurut Effendi seorang terlapor dapat ditetapkan sebagai tersangka tanpa melalui pemeriksaan sebagai saksi lebih dulu. Prosedur awalnya, telah dibuat laporan ke polisi baik oleh masyarakat ataupun penyelidik.
Setelah dibuat laporan, polisi akan memeriksa saksi-saksi di selain saksi terlapor. Keterangan saksi lain pun dapat dijadikan barang bukti. Jika polisi sudah memiliki dua barang bukti maka penetapan tersangka sudah dapat dilakukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau sudah diperiksa saksi-saksi lain selain yang dilaporkan itu sudah masuk proses (hukum). Apakah dengan adanya keterangan saksi lain, mungkin juga ada bukti lain selain keterangan saksi tadi, misalnya barang bukti apakah terlapor bisa ditetapkan tersangka? Boleh, walau belum pernah diperiksa," ujar Effendi di persidangan, Kamis (25/7).
Effendi lebih jauh menjelaskan, bahwa KUHAP tidak mengatur tentang seorang terlapor harus diperiksa terlebih dahulu sebelum jadi tersangka. Sehingga penetapan seseorang sebagai tersangka tanpa pemeriksaan sebagai saksi lebih dulu diperbolehkan karena tak diatur dalam KUHAP.
"Tidak ada kewajiban di KUHAP kalau mau memanggil tersangka harus diperiksa dulu sebagai saksi. Boleh karena di KUHAP tidak diatur," tuturnya.
Terkait Surat Perintah Dimulai Penyidikan (SPDP), Effendi mengatakan tidak harus tertulis nama tersangka. Biasanya dalam SPDP di kepolisian hanya tertulis dugaan tindak pidana.
"Kadang belum ada tersangkanya, kadang perkara pidananya saja. Apakah si A, si B dalam prosesnya ada tersangka lain boleh saja. Itu baru mulai penyidikan. Segala penyidikan berkembang segala macam. Bahkan kalau lagi penyidikan besok SP3 boleh saja," tuturnya.
Ahli pidana lainnya yang dihadirkan, Andre Joshua menambahkan, dalam SPDP tidak perlu dituliskan nama tersangka. Bahkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 130/125 SPDP hanya diperuntukan bagi jaksa penuntut umum (JPU), terlapor, dan pelapor.
"Tidak ada di situ menuliskan tersangka. Apakah statusnya terlapor itu dinaikan (tersangka), kalau misalnya pengembangan itu bisa saja. Baca sistematisnya. Kita lihat konteksnya tetap dengan KUHAP itu sendiri," ujarnya di sidang.
Diketahui penetapan tersangka dan SPDP menjadi salah satu hal yang diributkan oleh Kivlan. Pasalnya Kivlan menganggap penetapan tersangka yang dilakukan kepadanya menyalahi prosedur. Kivlan pun mengajukan praperadilan ke PN Jaksel.
Sidang praperadilan Kivlan telah berlangsung sejak Senin (22/7) lalu setelah sebelumnya ditunda karena pihak yang digugat yaitu Polda Metro Jaya tidak datang. Sidang yang dipimpin Hakim Tunggal Achmad Guntur itu pun telah sampai pada tahap pembuktian dan barang bukti dari pemohon.
Sidang yang saat ini berlangsung akan menghadirkan dua saksi ahli dari termohon yaitu Polda Metro Jaya dan satu saksi dari pemohon. Saksi dari Kivlan yaitu Sri Bintang Pamungkas.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan Kivlan sebagai tersangka kasus dugaan makar pada akhir Mei 2019. Setelahnya, polisi juga menetapkan Kivlan sebagai tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal. Penetapan tersangka itu berkaitan dengan pengembangan kasus kerusuhan 22 Mei.
Kivlan kemudian ditahan di Rutan Guntur Polda Metro Jaya sejak 30 Mei 2019 selama 20 hari. Polisi selanjutnya memperpanjang masa penahanan Kivlan selama 40 hari ke depan terhitung sejak Selasa (18/6) lalu.
[Gambas:Video CNN] (gst/osc)