Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK),
Novel Baswedan, menjadi salah satu sorotan dalam paparan Amnesty International di Kongres
Amerika Serikat pada Kamis (25/7).
Paparan tersebut disampaikan langsung oleh Manajer Advokasi Asia Pasifik Amnesty International, Francisco Bencosme, dalam forum "Human Rights in Southeast Asia: A Regional Outlook" yang diselenggarakan di Subkomite Asia, Pasifik, dan Non-proliferasi Komite Hubungan Luar Negeri Dewan Perwakilan AS.
"Di Indonesia, kami mengampanyekan pertanggungjawaban atas serangan terhadap pembela hak asasi manusia, Novel Baswedan, seorang penyidik yang bekerja untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang wajahnya disiram dengan sebotol asam sulfat," ujar Bencosme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bencosme kemudian menjelaskan bahwa saat serangan itu terjadi, Novel sedang memimpin penyelidikan penyalahgunaan dana proyek kartu identitas.
Ia menggarisbawahi bahwa saat diserang, Novel juga menjabat sebagai ketua serikat pekerja KPK, dan sangat vokal menentang upaya-upaya untuk melemahkan komisi anti-rasuah tersebut.
"Proses investigasinya [kasus penyiraman Novel] dibayangi banyak kejanggalan dan akhirnya mandek, membuat Baswedan melaporkannya ke Komnas HAM," tutur Bencosme dalam pemaparan yang disiarkan dalam
situs resmi Kongres AS.
Ia kemudian berkata, "Tahun lalu, Komnas HAM menyimpulkan ada beberapa bukti awal yang menunjukkan serangan tersebut merupakan bagian dari upaya pihak-pihak yang tidak disebutkan namanya yang sedang diselidiki KPK untuk menghambat proses peradilan."
Menurut Bencosme, kasus ini tidak dapat dilihat sebagai kasus tunggal. Ia menyebut penyelidik anti-korupsi dari KPK dan aktivis serta pembela HAM di Indonesia memang kerap menjadi sasaran ancaman dan kekerasan.
"Lebih jauh, ini semua menunjukkan kebudayaan impunitas terkait pelanggaran hak asasi manusia yang menimbulkan ancaman terhadap supremasi hukum di Indonesia," katanya.
Sebelum pemaparan ini, Staf Komunikasi dan Media Amnesty International Indonesia, Haeril Halim, mengatakan bahwa pihaknya sengaja membahas kasus Novel ini agar Kongres AS menaruh perhatian.
"Kami berharap beberapa anggota Kongres AS yang memiliki perhatian terhadap kasus Novel untuk mengirimkan surat mendorong pemerintah atau parlemen Indonesia untuk segera menyelesaikan kasus penyerangan Novel, salah satunya dengan pembentukan TGPF independen," tutur Haeril melalui siaran pers.
Pengusutan kasus penyiraman air keras terhadap Novel memang sedang menjadi perhatian karena gagal diungkap.
Dalam konferensi pers pada pekan lalu, Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian hanya menyampaikan rekomendasi dan motif, tanpa menyebutkan pelaku penyiraman air keras itu.
Salah satu rekomendasi itu adalah menyelidiki lebih lanjut tiga orang tak dikenal yang diduga kuat terlibat kasus tersebut. Kapolri pun diminta membentuk tim teknis di lapangan untuk mendalami tiga orang ini.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa hasil kerja TPF akan ditindaklanjuti oleh tim teknis Polri. Jokowi memberikan batas waktu tiga bulan untuk tim teknis mengungkap pelaku penyerangan.
Jokowi menyatakan penyiraman air keras ke Novel bukan kasus yang mudah. Menurutnya, jika kasus yang menimpa salah satu penyidik senior KPK itu mudah, maka dalam waktu satu sampai dua hari pelaku sudah bisa diungkap.
"Ya, ini bukan kasus mudah. Kalau kasus mudah sehari-dua hari ketemu," ujarnya.
(has)