Jakarta, CNN Indonesia --
Polri menjelaskan anggota kepolisian harus melalui enam tes sebelum diperbolehkan memiliki
senjata api dinas. Selain itu, pemilik senjata api juga harus menjalani psikotes secara berkala.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Asep Adi Saputra mengatakan pemilik senjata api harus menjalani pemeriksaan psikologis setiap enam bulan sekali.
"Ya, betul. Setiap periode diperiksa senjatanya, pelurunya, dan orangnya," kata Asep saat dikonfirmasi, Jumat (26/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebutkan enam langkah yang harus dilalui, sekaligus hal yang menjadi pertimbangan Polri kepada pemegang senjata api. Pertama, Polri akan melihat kepentingan petugas yang memegang senjata api tersebut.
Kedua, mereka harus mengantongi rekomendasi dari pimpinannya yang menjelaskan seseorang layak atau tidak memegang senjata api.
Ketiga, seorang anggota harus lulus ujian psikotes. Keempat, anggota tersebut juga harus lulus tes kesehatan. Kelima, anggota tersebut harus lulus tes menembak.
Terakhir, apabila anggota tersebut lolos semua ujian, maka akan dilihat rekam jejaknya atau
track record.
"Kita lihat
track record-nya jika yang bersangkutan lulus semua tahap tetapi
track record-nya buruk misalnya berperilaku buruk, kekerasan kepada masyarakat maka tidak boleh memegang senjata api," kata Asep.
Hal ini terkait kasus penembakan Brigadir berinisial RT kepada Bripka Rachmat Effendi di Polsek Cimanggis, Depok. Peristiwa penembakan polisi itu terjadi pada Kamis (25/7) malam di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek Cimanggis.
 Suasana Mapolsek Cimanggis, Depok, lokasi penembakan polisi oleh rekannya sendiri. (CNNIndonesia/Ryan Hadi Suhendra) |
Menurut Asep, RT telah memenuhi syarat untuk memegang senjata. Berdasarkan informasi, kepemilikan senjata RT baru diperpanjang pada Mei lalu.
"Ini kan kasuistis kalau dia sudah memenuhi syarat memegang senpi berarti dia layak ya, tetapi dalam kasus ini mungkin ada kondisi-kondisi yang dia juga lepas kontrol," tuturnya.
Insiden ini dipicu oleh kekesalan Brigadir RT karena permintaannya tak dituruti. Dia meminta Rachmat agar melepaskan seorang pelaku tawuran berinisial FZ dan menyerahkan pembinaan kepada orang tuanya. Brigadir RT sendiri merupakan paman dari FZ.
Bripka Rahmat yang merupakan anggota Samsat Polda Metro Jaya menolak permintaan itu sambil menjelaskan bahwa proses sedang berjalan.
Mendengar hal tersebut, Brigadir RT naik pitam. Ia kemudian mengambil senjata dan menembak Rahmat. Berdasarkan informasi yang didapatkan senjata api itu jenis HS 9.
Korban Bripka Rahmat langsung dibawa ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati untuk diotopsi. Sementara pelaku dibawa ke Polda Metro Jaya untuk dilakukan pemeriksaan.
[Gambas:Video CNN] (gst/pmg)