Polemik Penghargaan untuk Pengelola Tambang Emas di Jatim

CNN Indonesia
Jumat, 02 Agu 2019 04:20 WIB
Walhi dan sejumlah masyarakat Banyuwangi melakukan protes di Surabaya karena penghargaan lingkungan yang diberi Gubernur Jatim ke perusahaan tambang emas.
Aksi Walhi Jatim dan sejumlah warga Banyuwangi di depan Kantor Gubernur Jatim, Surabaya, 1 Agustus 2019. (CNN Indonesia/Farid)
Surabaya, CNN Indonesia -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur dan sejumlah warga Banyuwangi mendatangi Kantor Gubernur Jawa Timur, Surabaya, Kamis (1/9).

Mereka mengecam kebijakan Gubernur Khofifah Indar Parawansa yang memberikan penghargaan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup kepada PT Bumi Suksesindo (BSI), operator tambang emas Tumpang Pitu, Banyuwangi.

Penghargaan itu itu diberikan Khofifah saat puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Kompleks Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan Probolinggo, Jatim, Minggu (28/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penganugerahan penghargaan itu semakin menunjukkan ketiadaan komitmen perlindungan terhadap keselamatan rakyat di Pesisir Selatan Jawa Timur. Kami mempertanyakan keseriusan Gubernur Khofifah menyelamatkan ruang hidup rakyat," kata Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Rere Christanto, di depan Kantor Gubernur Jatim.

Rere menyatakan Khofifah telah abai atas dampak kerusakan ekologis dan ancaman yang dihadapi masyarakat sekitar tambang tersebut. Salah satunya adalah peristiwa banjir lumpur yang terjadi pada Agustus 2016 silam. Banjir itu, kata Rere menyebabkan kerusakan lahan pertanian dan ekosistem Pulau Merah yang berujung penurunan pendapatan warga.

"Kejadian banjir ini diduga kuat disebabkan kerusakan kawasan hulu gunung Tumpang Pitu oleh aktivitas pertambangan emas, padahal sebelumnya wilayah tersebut merupakan hutan lindung," katanya.


Rere mengatakan pemberian penghargaan kepada industri ekstraktif pertambangan tentu saja menyimpan tanda tanya besar.

Sebab kawasan selatan Jatim telah lama menjadi kawasan budidaya, baik pertanian maupun sebagai kawasan tangkapan perikanan. Sehingga aktivitas pertambangan yang eksploitatif, rakus lahan, dan rakus air akan sangat kontraproduktif dengan kebutuhan warga dan keberlanjutan fungsi alam.

Berdasarkan catatan Walhi Jatim, dalam enam tahun terakhir (2013-2018), eskalasi bencana ekologis di Jatim terus menerus meningkat. Pada tahun 2013 jumlah bencana ekologis tercatat ada 233 kejadian. Jumlah tersebut terus meningkat hingga pada 2018 tercatat setidaknya ada 455 kejadian bencana ekologis.

Bencana ekologis adalah akumulasi krisis ekologis yang disebabkan oleh ketidakadilan lingkungan dan kegagalan sistem pengurusan alam. Banjir, tanah longsor, abrasi dan kekeringan yang diakibatkan kerusakan lingkungan karena aktivitas manusia adalah bentuk-bentuk bencana ekologis yang mengancam kehidupan.

"Maka, pemberian penghargaan pengelolaan lingkungan hidup oleh Gubernur Khofifah kepada industri ekstraktif pertambangan, tentu saja menjadi sebuah pernyataan besar," katanya.


Pantauan CNNIndonesia.com di lokasi, saat aksi siang tadi Gubernur Khofifah tak sedang berada di kantornya. Walhi dan sejumlah perwakilan warga Banyuwangi lalu kemudian ditemui Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Diah Susilowati.

Diah menjelaskan sebenarnya ada sejumlah faktor penilaian yang menentukan pemberian penghargaan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut kepada PT BSI. Salah satunya yakni, penilaian standar baku mutu lingkungan

"(Indikator penilaian) sesuai baku mutu lingkungan, uji air, uji udara, uji lahan itu sesuai standar, dalam satu tahun berturut-turut," ujar Diah di Kantor Gubernur Jawa Timur.

Diah menerangkan dalam setahun terakhir PT BSI menunjukkan hasil baku mutu lingkungan yang baik. Itulah, sambungnya, yang membuat Pemprov Jatim berinisiatif memberikan penghargaan sebagai bentuk apresiasi terhadap perusahaan. Penilaian tersebut, kata dia, dilakukan tim satgas pengawas yang dibentuk DLH Jatim, berdasarkan SK Gubernur Jatim. Namun, tim tersebut tak hanya bertugas mengawasi, tapi juga memberikan pertimbangan terhadap diberikannya penghargaan.

"Hasil ujinya bagus, ikan-ikannya juga diteliti, kan dia lakukan penelitian, ada laporannya, kenapa nggak diberikan penghargaan, penghargaan itu memotivasi kinerja perusahaan," katanya.

Selain baku mutu lingkungan, ada pula indikator lain yang jadi penentu diberikannya penilaian tersebut. Indikator lain itu adalah keberhasilan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap warga di sekitar area pertambangan. Diah menjelaskan PT BSI telah melakukan langkah pemberdayaan ekonomi dan pengecekan kesehatan warga sekitar, dengan baik.

"BSI ini salah satu yang CRS nya cukup bagus, karena masyarakat berapa ribu sudah dididik dan dilatih untuk pemberdayaan ekonomi di sana, ikut tanam, pelatihan, itu jadi nilai tambah dan baik laporannya. Termasuk kesehatan kan ada pengobatan rutin, ada laporannya semuanya yang ke kita," katanya.

Kini, setelah masuknya keluhan dari Walhi dan warga Banyuwangi tersebut Diah mengatakan pihaknya pun akan menindaklanjuti dengan mengevaluasi laporan PT BSI. Selain itu akan ada pula pembentukan tim bersama penilai tingkat kerentanan, yang terdiri dari unsur kementerian, dinas provinsi dan LSM.

"Usul ya kita tampung, kita enggak mau masyarakat sengsara. Ada pembangunan kok masyarakat terdampak ya enggak boleh, dampak-dampak ini akan kami perhatikan nanti jadi kewajiban siapa," katanya.

(frd/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER