Jakarta, CNN Indonesia -- Keseriusan Gubernur Jawa Timur
Khofifah Indar Parawansa dalam menangani
sampah popok yang dibuang di Sungai Brantas dipertanyakan. Kritikan itu datang dari para peneliti Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton).
Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mengatakan, sebenarnya Khofifah pernah melakukan peninjauan langsung ke Sungai Brantas di pekan pertamanya sebagai gubernur, Februari lalu. Hasilnya Khofifah pun memutuskan untuk menaruh sejumlah
drop box pembuangan popok dan CCTV di sejumlah titik bantaran sungai Brantas.
Namun, kata Prigi, upaya yang dilajukan Khofifah itu ternyata cuma sebatas seremonial belaka. Menurutnya langkah Pemprov Jatim menjaga kelestarian Brantas kini tak terlihat dilakukan lagi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Upaya gubernur Jatim untuk kurangi sampah popok di Kali Brantas tidak efektif. Kurang serius dan hanya seremonial," kata Prigi, Kamis (1/8).
Upaya pengentasan sampah popok oleh Pemprov Jatim, ini juga ternyata tak melibatkan pemerintah di kabupaten/kota yang daerahnya teraliri oleh Sungai Brantas.
Selain itu, upaya tersebut juga tak dibarengi oleh langkah sosialisasi kepada masyarakat tentang dampak negatif sampah popok sekali pakai, bagi ekosistem lingkungan khususnya sungai.
Dan yang paling parah, ujar Prigi, Pemprov juga tidak mendorong pengurangan popok plastik sekali pakai, untuk beralih ke pemakaian cloth diapers atau popok kain.
"Pemerintah perlu segera mengendalikan produksi popok, agar produsen bertanggung jawab atas sampah produknya, mengedukasi masyarakat agat mengurangi pemakaian popok sekali pakai," kata dia.
"Produsen popok, juga wajib menyediakan tempat pengumpulan sampah popok di setiap desa agar sampah popok tidak dibuang ke sungai atau dibakar," katanya.
 Aksi protes sampah popok. (Foto: CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Dari penelusuran terbaru Ecoton pada akhir Juli 2019, sampah popok menjadi entitas yang paling mendominasi peredaran sampah di Brantas, persentasenya bahkan mencapai 60 persen. Disusul sampah
sachet 12 persen, styrofoam 11 persen, kantong plastik 10 persen, gelas plastik 3 persen, botol plastik 3 persen, dan sejumlah jenis sampah lainnya.
Prigi mengatakan, bahaya dari sampah popok tersebut lantaran bahannya yang terbuat dari plastik dan tidak bisa terurai. Popok juga membawa patogen tinja dan menjadi media yang membawa racun pencemar ke rantai makanan, dan bermuara ke laut.
Respons KhofifahSaat dikonfirmasi terkait hal itu, Khofifah mengatakan bahwa pihaknya selama ini terus dalam proses berupaya melakukan normalisasi sungai berantas. Salah satunya yakni membuat perjanjian atau MOU dengan 23 perusahaan, yang nantinya akan terlibat dalam program itu.
Sayangnya, mantan Menteri Sosial RI itu tak membeberkan siapa saja dari ke 23 perusahaan tersebut. Ia menuturkan, membersihkan Brantas tentu membutuhkan proses panjang, tak bisa serta merta rampung dalam waktu yang singkat.
"Saya ini kan tidak diam saja, saya sudah berusaha seperti MOU dengan 23 perusahaan. Ini itu sebuah proses bukan simsalabim langsung turun dari langit. Saya lo baru Februari kemarin dilantik, terus langsung cek di pekan pertama saya. Ini proses bukan simsalabim," kata Khofifah saat ditemui di Gedung Negara Grahadi, Jumat (2/7) malam.
[Gambas:Video CNN] (frd/asa)