Jakarta, CNN Indonesia --
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (
Capim KPK) bakal menyurati Presiden
Joko Widodo dan
Pansel Capim KPK. Surat tersebut berisi desakan kepada Jokowi untuk mengevaluasi Pansel Capim KPK agar bersifat transparan dan taat hukum.
Surat desakan kepada Jokowi itu menggarisbawahi persoalan pelaporan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) para capim KPK. Pansel dianggap tidak mewajibkan LHKPN kepada para calon yang mendaftar.
"Suratnya biasa-biasa saja karena isi suratnya juga biasa-biasa saja, bukan permintaan yang aneh. Isi suratnya, kami mengatakan bahwa ada kewajiban-kewajiban hukum khususnya di dalam UU KPK tentang kewajiban melapor LHKPN," ujar Ketua Umum YLBHI Asfinawati saat konferensi pers di Kantor ICW, Kalibata, Selasa (6/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asfinawati mengatakan, keengganan pansel untuk menjadikan pelaporan LHKPN sebagai syarat administratif dan ujian integritas capim KPK bertentangan dengan marwah pemberantasan korupsi. Jika hal tersebut dibiarkan akan berpotensi menjadi beban masa depan KPK yang sewaktu-waktu dapat dipermasalahkan oleh pelaku korupsi atau penyelenggara negara yang enggan melapor harta kekayaan.
Berkaca pada hal di atas, koalisi meminta pansel menyatakan tidak memenuhi syarat atau setidaknya tidak dapat melanjutkan proses seleksi terhadap nama-nama capim KPK yang tidak atau belum menyerahkan LHKPN.
"Surat ini akan kami layangkan kepada Pansel, mudah-mudahan Pansel segera membaca dan menyadari kekhilafannya," tambah Direktur Pusako Andalas, Feri Amsari.
Feri menjelaskan, LHKPN merupakan kewajiban hukum yang diatur setidaknya dalam delapan peraturan perundang-undangan dan kebijakan negara dengan maksud untuk mengukur integritas pejabat negara.
Satu di antaranya tertera pada Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Aturan itu menyebut kewajiban melapor LHKPN juga dikenakan terhadap calon penyelenggara negara. Hal tersebut bertujuan untuk menguji transparansi dan integritas calon.
"Hingga hanya calon yang berintegritas saja yang dapat mengikuti proses pemilihan," tukas dia.
Sementara itu, KPK mencatat dari 40 peserta capim setidaknya terdapat 13 orang yang belum mendaftarkan atau menyerahkan LHKPN. Juru Bicara KPK Febri Diansyah tidak merinci apakah ke-13 orang itu seluruhnya penyelenggara negara atau ada dari unsur lain.
"Dan kalau dilihat dari data yang ada variasi calon-calon lain yang totalnya 27 orang, jadi yang sudah melaporkan kekayaannya ada 27 orang," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Senin (5/8).
Meski 27 orang itu tercatat sudah melaporkan harta kekayaannya, tidak semuanya mematuhi aturan pelaporan periodik. Diketahui setiap tahun di rentang 1 Januari hingga 31 Maret 2019 penyelenggara negara wajib menyerahkan LHKPN.
"Terdapat sejumlah PN yang pernah melapor, namun tidak mematuhi aturan pelaporan Periodik setiap tahun, khususnya Tahun 2019. Baik yang tidak lapor periodik ataupun terlambat dari waktu seharusnya," pungkas Febri.
[Gambas:Video CNN] (ryn/osc)