Jakarta, CNN Indonesia -- Koordinator Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (
KontraS) Yati Andriani meminta Presiden RI Joko Widodo (
Jokowi) untuk belajar pada Abdurrahman Wahid (
Gus Dur) dalam menjembatani persoalan di
Papua, termasuk terkait bendera berlambang Bintang Kejora.
Yati menanggapi hal itu usai menerima pertanyaan dugaan aksi yang terjadi pada Senin (19/8) di Manokwari tersebut ditunggangi
Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sebelumnya, sejumlah media massa menulis di tengah aksi yang berlangsung terdapat bendera OPM yang berkibar.
Menurut Yati jika dalam aksi unjuk rasa pengibaran bendera OPM dilakukan dengan tidak anarkis dan sesuai Undang-Undang seharusnya tidak boleh dipidanakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalaupun ada pengibaran bendera dan itu tidak merugikan, tidak gunakan kekerasan, seharusnya tidak ada tindakan pidana sama sekali, tidak ada kriminalisasi sama sekali. Saya kira Jokowi harus belajar pada Gus Dur, bagaimana Gus Dur membolehkan bendera bintang kejora," ujarnya di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
Menurut Yati, pelarangan bendera OPM di Papua disamakan dengan cara pandang Jakarta. Padahal dari sanalah terdapat aspirasi masyarakat Papua yang seharusnya didengar pemerintah pusat yang berada di Jakarta.
"Ini kan soal perspektif Jakarta, tentang nasionalisme, NKRI [Negara Kesatuan Republik Indonesia] harga mati, tapi menutup mata apa yang menjadi aspirasi masyarakat," tuturnya.
Mengutip dari artikel yang dipublikasi
NU Online 12 Desember 2018, pada 30 Desember 1999 Gus Dur melawat ke provinsi paling timur Indonesia itu dengan dua tujuan. Pertama berdialog dengan elemen masyarakat di sana, dan melihat matahari terbit pertama milenium kedua, 1 Januari 2000.
'Pada 30 Desember 1999 dimulai jam 8 malam dialog dengan berbagai elemen dilakukan di gedung pertemuan Gubernuran di Jayapura. Meskipun dengan cara perwakilan, tetapi banyak sekali yang datang karena penjagaan tidak ketat,' demikian dikutip dari artikel berjudul
Alasan Gus Dur Ubah Nama Irian Jaya Menjadi Papua.
Sementara itu, saat bertemu
CNNIndonesia.com pada Februari lalu, aktivis Papua Merdeka Filep Karma mengapresiasi kiprah Gus Dur yang memberikan keleluasaan terhadap masyarakat Papua untuk bicara apa saja pada saat itu.
"Terus boleh mengibarkan bendera Bintang Fajar, tapi [syaratnya] lebih pendek, lebih rendah sedikit daripada Merah Putih, dan lebih kecil daripada Merah Putih," kata Filep, 15 Februari 2019.
 Presiden kelima RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. (AFP PHOTO/Sonny TUMBELAKA) |
Pesan Mengamankan Situasi Rusuh di PapuaSementara itu, terkait kerusuhan yang terjadi diduga sebagai reaksi atas insiden yang dialami mahasiswa Papua di Jawa, Yati meminta pemerintah tak melihat pada peristiwanya saja namun harus meneliti penyebabnya.
"Kalau kemudian terjadi kerusuhan kekerasan di Manokwari, jangan hanya dilihat dalam konteks kerusuhan kekerasan, tapi mengapa itu terjadi," tuturnya.
Yati mengatakan pihaknya menilai sejauh ini masyarakat dan mahasiswa Papua sudah cukup sabar dalam menerima perbuatan diskriminatif yang terjadi.
"Saya rasa masyarakat Papua dan warga Papua sudah sangat sabar begitu, karena tindak-tindakan seperti ini bukan baru pertama mereka terima, ini sudah sesuatu yang kadangkala dianggap biasa dan dibiarkan terus menerus," ucapnya.
Sementara itu, secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj meminta agar aparat kepolisian tak menggunakan kekerasan dalam meredam kerusuhan yang kini sedang merebak di Papua dan Papua Barat.
"Saya berharap kepada aparat kepolisian, agar segera menentramkan suasana dengan bijak dan arif tak menggunakan kekerasan," kata Said di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, Selasa (20/8).
Said Aqil menyayangkan seharusnya kerusuhan atau gesekan di tengah-tengah masyarakat tak perlu terjadi. Oleh karena itu meminta agar semua pihak dapat berpikir dan mengambil sikap dengan kepala dingin sebelum bertindak.
"Karena itu merupakan ujian yang harus kita hadapi dengan tenang dan dewasa," kata dia.
Selain itu, Said menegaskan NU tetap berkomitmen menjaga agar NKRI tetap utuh sampai kapanpun. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa NU tetap akan merangkul dan menyayangi semua masyarakat Papua sebagai saudara sebangsa dan setanah air.
"Kita semuanya menyayangi saudara-saudara kita di Papua. NU menyayangi, mengasihi dan menganggap itu semua saudara-saudara NU," kata Said.
 Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Said Aqil Siraj. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan) |
Kerusuhan yang terjadi di tanah Papua terpicu apa yang dialami mahasiswa asal provinsi paling timur Indonesia itu di Surabaya dan Malang.
Selain itu, viral video yang merekam makian panggilan binatang oleh oknum saat mengepung asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Video berisi makian tersebut memicu kemarahan warga Papua di sejumlah kota pada Senin (19/8). Aksi protes berujung kerusuhan pecah di Manokwari, Jayapura, Sorong, bahkan meluas ke Makassar. Mereka memprotes aksi rasial yang dianggap menghina warga Papua.
[Gambas:Video CNN] (gst, rzr/kid)