Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI
Fahri Hamzah menilai penambahan jumlah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (
MPR) periode 2019-2024 dari lima menjadi 10 orang tak punya nilai fungsional.
Pasalnya, kerja-kerja pimpinan MPR terbatas pada hal-hal seremonial atau yang sifatnya tak rutin dikerjakan secara harian.
"Kalau fungsional, enggak ada fungsinya [penambahan jumlah kursi pimpinan MPR]," kata Fahri saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahri menerangkan fungsi MPR secara simbolik adalah menghadiri acara-acara formal kenegaraan dan menerima tamu kenegaraan.
Kemudian, lanjutnya, tugas MPR adalah memimpin sidang paripurna pelantikan presiden dan wakil presiden, amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945, dan memimpin sidang pergantian apabila presiden dimakzulkan.
"Tidak ada yang terlalu menuntut sikap permanen dari kepemimpinan MPR itu," ujar dia.
Politikus PKS itu menyatakan tugas MPR berbeda dengan DPR dan DPD yang lebih terlihat. Menurutnya, DPR memiliki tugas memimpin rapat pimpinan, rapat badan musyawarah, dan rapat paripurna.
Karenanya, Fahri menilai wacana penambahan jumlah pimpinan MPR belum mendesak saat ini. Meski begitu, ia menyerahkan kesepakatannya kepada seluruh anggota DPR RI periode 2019-2024.
"Mungkin di DPR yang akan datang akan ada perubahan, kami persilakan," tutur Fahri.
Sebelumnya, penambahan kursi pimpinan MPR menjadi 10 pertama kali dilontarkan oleh PAN. Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay menganggap semua partai perlu diakomodasi daripada saling berebut pos pimpinan MPR.
Menanggapi, Sekjen PPP Arsul Sani menyebut partai politik pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Pilpres 2019 terbuka dengan wacana penambahan paket pimpinan MPR.
[Gambas:Video CNN] (mts/arh)