Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian RI membantah tudingan terkait konflik kepentingan panitia seleksi calon pimpinan KPK (
Pansel Capim KPK) seperti disebut Koalisi Kawal Capim KPK.
Tudingan dari Koalisi berdasarkan dugaan bahwa tiga anggota Pansel Capim KPK yaitu Indriyanto Seno Adji, Yenti Garnasih, dan Hendardi terikat kontrak kerja dengan Polri atau sebagai tim penasihat Kapolri.
Yenti disebut sebagai tenaga ahli Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian (Lemdikpol) Bareskrim Polri, BNN, dan Kemenkumham. Sementara Indriyanto dan Hendardi disebut sebagai penasihat Kapolri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan pihaknya sudah melakukan konfirmasi, dan didapati Yenti bukan dosen tetap untuk Lemdikpol.
"Dia bukan dosen tetap. Jadi tidak ada kaitannya dengan capim KPK. Dia (Yenti) hanya sesekali mengajar di Lembang, jadi bukan dosen tetap hanya dosen tamu," ujarnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (26/8).
Terkait Hendardi dan Indriyanto yang merupakan penasihat Kapolri, Dedi mengatakan tidak tahu apakah kedudukan itu telah diperpanjang atau belum. Namun jabatan penasehat itu masih berlaku saat Hendardi masuk dalam tim teknis kasus Novel Baswedan.
"Nah sekarang kan belum tentu sprin-nya diperpanjang oleh Kapolri. Seperti itu. Kecurigaan itu boleh ya, tapi mekanisme tes itu kan diawasi oleh tujuh pansel lain. Dan mengontrol hasil kelulusan pansel," tuturnya.
Sebelumnya, Pansel KPK telah mengumumkan 20 nama yang lolos dalam tes
profile assessment yang dilaksanakan pada 8-9 Agustus 2019. Dari seluruh kategori profesi, jumlah yang paling banyak lolos adalah anggota Polri. Setidaknya ada empat perwira tinggi Polri yang maju ke tahapan uji publik dan wawancara.
Mereka adalah Wakil Kepala Bareskrim Irjen Antam Novambar, Dosen Sespim Polri Brigjen Bambang Sri Herwanto, Wakapolda Sumatera Selatan Firli Bahuri, dan Wakapolda Kalimantan Barat Brigjen Sri Handayani.
Koalisi Kawal
Capim KPK sebelumnya menduga anggota Pansel Capim KPK Indriyanto, Yenti, dan Hendardi memiliki konflik kepentingan berdasarkan rekam jejak digital dan pengakuan personal para anggota pansel capim KPK.
"Yang pertama adalah Indriyanto Seno Adji dan Hendardi. Dan di dalam sebuah pernyataan kepada publik yang sudah tersiar, Hendardi mengakui sendiri bahwa dirinya adalah penasihat ahli kepala Kepolisian RI bersama dengan Indriyanto Seno Adji dan kedua-duanya adalah anggota pansel," ungkap Asfinawati saat konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Minggu (25/8).
Asfinawati melanjutkan Yenti Garnasih juga tercatat dalam
jejak digital merupakan tenaga ahli Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian Bareskrim Polri, BNN, dan Kemenkumham.
"Tentu saja hal ini perlu ditelusuri oleh presiden dan oleh anggota pansel yang lain. Kalau ini dibiarkan, maka tidak hanya cacat secara moral tapi juga cacat secara hukum," sambung dia.
20 Calon pimpinan (capim) KPK menjalani tes kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, 26 Agustus 2019. (Detikcom/Pradita Utama) |
Kritik terhadap seleksi Capim KPK juga diarahkan kepada 20 peserta yang lolos seleksi profile assessment. Indonesia Corruption Watch menyebut dari 20 nama yang lolos ada nama
cukup bermasalah. Misalnya, kata dia, masih ada calon di antara 20 nama tersebut yang tidak patuh dalam melaporkan LHKPN."Ada juga beberapa nama yang dinyatakan lolos seleksi mempunyai catatan kelam pada masa lalu," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (24/8)Hal itu, menurut Kurnia mengartikan bahwa Pansel tidak mempertimbangkan isu rekam jejak dengan baik. Menurutnya patut dicatat apabila calon-calon dengan rekam jejak bermasalah lolos, berarti Pansel KPK berperan dalam pelemahan pemberantasan korupsi.Sementara itu, Jubir KPK Febri Diansyah meminta Pansel Capim KPK tidak reaktif dan resisten terhadap setiap masukan publik. Menurutnya, pansel seharusnya cukup membuktikan integritasnya dengan bekerja semaksimal mungkin agar dapat memilih calon Pimpinan KPK yang kredibel.
"Kritik dalam pelaksanaan tugas publik adalah hal yang wajar dan semestinya dapat kita terima dengan bijak," ujar Febri melalui pesan tertulis, Senin (26/8).
Febri memandang kritikan keras yang dialamatkan kepada Pansel terkait 20 nama peserta seleksi yang lolos tes
profile assessment merupakan buntut dari kecintaan masyarakat terhadap lembaga antirasuah KPK. Masyarakat, menurut dia, sangat ingin menjaga dan merawat KPK dalam tugasnya memberantas korupsi.
"Kami memandang itu adalah bentuk kecintaan publik terhadap KPK dan harapan publik pada Pansel KPK. Dan juga sebagai upaya bersama menjaga sekaligus merawat KPK," imbuhnya.
KPK, kata Febri, tidak mempersoalkan calon dari institusi mana pun. Hanya saja, dia berharap agar Pansel dapat menelusuri dan mempertimbangkan rekam jejak para peserta seleksi sebagai bagian dari penilaian integritas.
"Jika ada catatan perbuatan tercela atau melanggar hukum, tentu wajar kita semua bertanya, apa pantas Pansel memilih calon tersebut?," tandasnya.
Febri pun kembali menyinggung masukan KPK perihal rekam jejak peserta seleksi capim yang tidak ditindaklanjuti oleh pansel. Padahal, masukan tersebut atas permintaan Pansel sendiri. Dia menambahkan proses penelusuran rekam jejak dilakukan pihaknya menggunakan metode investigasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan, KPK menyampaikan juga pada Pansel.
"Jika Pansel ingin melihat bukti-bukti terkait dari informasi rekam jejak tersebut, KPK memilikinya dan kami juga mengundang Pansel untuk dapat datang ke KPK," ucap Febri.
(gst, ryn/kid)