Jakarta, CNN Indonesia -- Seleksi calon pimpinan (
capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) sudah berjalan selama kurang lebih empat bulan. Fase itu mendekati titik akhir saat 10 nama capim KPK bakal disodorkan ke meja Presiden Jokowi sore ini.
Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Garnasih mengatakan pihaknya sudah menyelesaikan seleksi tes wawancara dan uji publik yang diikuti 20 peserta sejak Selasa (27/8). Hanya saja, Pansel KPK tidak akan mengumumkan hasil tes kepada publik. Cukup Jokowi yang tahu 10 nama itu.
Seperti diketahui, sejak pembentukan dan proses kerja berjalan, Pansel dan cara seleksi Capim KPK periode 2019-2023 dihujani kritik keras dari berbagai elemen masyarakat sipil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koalisi Kawal Capim KPK, misalnya, mengkritik tiga anggota Pansel Capim KPK karena dituding memiliki konflik kepentingan merangkap sebagai tenaga ahli di pemerintahan. Ketiga anggota pansel itu yakni Hendardi, Indriyanto Seno Adji, termasuk Ketua Pansel Yenti Garnasih.
Bahkan, Pansel Capim KPK periode 2019-2023 ini dinilai sebagai pansel terburuk yang pernah ada sejak KPK didirikan tahun 2002 silam.
Indonesia Corruption Watch (ICW) juga membuat petisi meminta Presiden Joko Widodo untuk mengintervensi seleksi Capim KPK. Mereka beranggapan bahwa 20 nama yang masih bertahan dalam seleksi capim tidak punya integritas.
ICW bahkan menyebut ada capim KPK yang diduga melanggar etik, diduga mengintimidasi pegawai KPK, hingga diduga melakukan pelanggaran administrasi sehingga mengakibatkan salah seorang tahanan lepas.
Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati mengatakan Jokowi perlu melakukan beberapa upaya strategis untuk meredam gejolak protes terhadap seleksi Capim KPK saat ini
"Jokowi harus transparan kepada masyarakat untuk mengumumkan siapa saja 10 Capim yang lolos sebagai Capim KPK kepada publik," kata Wasisto kepada
CNNIndonesia.com, Senin (2/9).
Apabila tak transparan, kata dia, tentu akan mempengaruhi nama baik dan kredibilitas Jokowi. Mantan wali kota Solo itu bakal dicap sebagai presiden yang berpihak pada korupsi.
Wasisto melihat rekrutmen terhadap Capim KPK saat ini sudah memancing banyak polemik karena cenderung elitis. Di ranah sosial media misalnya, banyak bermunculan tuntutan masyarakat soal transparansi Capim KPK saat ini.
"Hal itu menunjukkan masyarakat tidak puas soal seleksi ini yang cenderung terutup dan elitis," kata dia.
Wasis menyebut pola elitis rekrutmen Capim KPK itu terjadi karena komunikasi antara pemerintah yang diwakili oleh Pansel KPK terhadap publik tidak berjalan dengan baik.
"Makanya dengan munculnya klaim dari dua pihak itu menunjukkan informasi seleksi capim KPK ini bersifat parsial dan bermasalah," kata dia.
Wasisto beranggapan seharusnya Jokowi bisa turun tangan langsung, menggunakan hak politik untuk memilih dan penentuan nama calon pimpinan KPK nantinya. Ia berkata publik masih berharap pimpinan KPK selanjutnya memiliki integritas dan memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi.
"Akan lebih elok kalau presiden sendiri juga mempublikasikan kronologi pansel dan seleksinya pada publik. Saya pikir saat ini reaksi penolakan pansel ini karena ingatan publik soal pelemahan KPK di periode sebelumnya," kata dia.
Terpisah, Deputi Direktur Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menyebut Jokowi seharusnya merespons kritik dan masukan dari elemen masyarakat sipil untuk mencoret nama-nama yang tak layak untuk memimpin KPK selanjutnya.
Diketahui, aktivis menilai sebagian capim yang masuk dalam 20 besar kandidat memiliki rekam jejak yang akan membuat kredibilitas KPK jatuh dan hancur.
"Makanya presiden harus mencoret nama-nama yang bermasalah menurut masyarakat sipil," kata Erwin kepada
CNNIndonesia.com.
Erwin menyebut isu pemberantasan korupsi sudah terlanjur menjadi salah satu janji politik yang diutarakan Jokowi saat berkampanye di Pilpres 2019.
Oleh karena itu, Ia menyatakan sudah seharusnya Jokowi mau mendengar dan merespons berbagai tuntutan masyarakat sipil demi tegaknya hukum pemberantasan korupsi di Indonesia melalui KPK.
"Presiden mencoret nama-nama bermasalah bila mereka masuk diantara 10 Capim KPK yang nanti diterimanya. Presiden harus merespons tuntutan masyarakat terhadap orang-orang yang bermasalah itu. Karena itu merupakan janji presiden, kedua itu sebagai penegakan hukum terhadap KPK sendiri," kata Erwin.
[Gambas:Video CNN] (rzr/ain)