Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum (
KPU) menyebut sebanyak enam provinsi dan 203 kabupaten/ kota sudah menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) sebagai sumber dana
pilkada. Data itu dirilis per Senin (7/10) pukul 10.00 WIB.
Komisioner KPU Pramono Ubaid menuturkan masih terdapat tiga provinsi dan 58 kabupaten/ kota yang belum menandatangani NPHD. Tiga provinsi tersebut ialah Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sulawesi Utara.
"Jadi, total yang sudah menandatangani NPHD Provinsi dan Kabupaten/ kota berjumlah 209, [yang] belum berarti 61. Total 270 [wilayah]," ujar Pramono kepada awak media saat konferensi pers di Kantornya, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pramono menambahkan usulan besaran anggaran NPHD untuk enam provinsi sebesar Rp1,77 triliun. Namun, yang disetujui hanya sejumlah Rp918 miliar.
Sementara Kabupaten/ kota diusulkan Rp10,1 triliun dan disetujui sebesar Rp6,5 triliun.
Pramono membeberkan delapan alasan terkait persoalan yang dihadapi 61 daerah yang belum menandatangani NPHD. Pertama, ada beberapa pimpinan Pemda yang masih berada di luar kota atau daerah lain untuk jangka waktu yang agak lama.
"Entah itu karena pendidikan maupun pelatihan di luar daerah," katanya.
Kedua mengenai ketersediaan APBD yang minim sedangkan usulan dari KPU untuk Pilkada 2020 ada yang mencapai dua hingga tiga kali lipat dibandingkan Pilkada 2015.
Ketua KPU Arief Budiman menjelaskan kenaikan jumlah itu dikarenakan sejumlah hal seperti ada kenaikan honor untuk penyelenggara ad hoc Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
"Pilkada ini siklusnya lima tahunan, lima tahun lalu angkanya masih di bawah termasuk kenaikan honor untuk penyelenggara ad hoc PPK, PPS, dan KPPS. Itu sebagian kenapa anggaran itu sekarang lebih mengalami kenaikan," kata Arief.
Ketiga, masih dalam tahap rasionalisasi menentukan besaran anggaran yang dibutuhkan untuk keperluan Pilkada 2020 dengan pihak Pemda.
Keempat, masih terdapat Pemda atau anggota DPRD yang memiliki pemahaman berbeda dengan rincian anggaran yang diusulkan KPU. Arief berujar hal itu terjadi lantaran ada perkembangan regulasi.
"Karena ada perkembangan regulasi perlu pemahaman yang sama. Di beberapa tempat masih ada perdebatan di dalam poin-poin di regulasi itu," ujarnya.
Ketua KPU Arief Budiman. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Berikutnya Penataan dan Administrasi Pemerintahan Desa (PAPD) masih dalam tahap melakukan rasionalisasi ulang terhadap usulan NPHD yang disampaikan KPU.
Poin keenam, belum disampaikan rincian detail usulan Rencana Anggaran Biaya (RAB) ke DPRD oleh KPU. Sehingga, menurut Pramono, memberikan peluang keragu-raguan terhadap usulan yang dimaksud. Kondisi ini, tambah Arief, terjadi sebelum tanggal 1 Oktober 2019.
"Tapi pascatanggal 1 Oktober 2019 sebagian dari mereka sudah menguraikan secara lebih detail untuk bisa sama-sama memahami kebutuhannya," kata Arief.
Tujuh, masih ada ketidaksepakatan terkait penomoran NPHD apakah ditandatangani sekali atau lebih. Arief mengatakan terdapat beberapa daerah yang masih bingung.
"Karena ada daerah yang memahaminya kalau 2019 kita bikin NPHD, selesai. Nanti tahun 2020 bikin NPHD lagi. Nah, padahal tidak demikian. Harusnya dibikin dalam satu NPHD," terang dia.
Poin berikutnya, tambah Pramono, masih terdapat daerah yang belum memulai pembahasan NPHD. Hal itu lantaran belum selesainya penyusunan rencana anggaran biaya oleh KPU.
Berdasarkan hal di atas, Arief menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mencari tindak lanjut mengenai 61 daerah yang belum menandatangani NPHD.
Arief pun meminta kepada 61 daerah untuk segera menandatangi NPHD. Pasalnya, menurut dia, hal itu turut memengaruhi kegiatan di tahapan berikutnya.
"Kami berharap sebetulnya hari ini atau paling lambat besok, mereka menyepakati kapan tanda tangan NPHD harus dilakukan. Karena waktu itu akan menentukan kegiatan-kegiatan tahapan berikutnya. Karena kalau belum ada anggaran, tahapan-tahapan yang harus dijalankan pada tahun 2019 itu akan mengalami kendala," tuturnya.
Lebih lanjut, Arief pun berpesan kepada 209 daerah yang sudah menandatangani NPHD untuk mencairkan anggaran sesuai dengan yang disepakati. "Kedua, anggaran itu dicairkan harus tepat waktu," ujarnya lagi.
Paling Lambat 14 OktoberKementerian Dalam Negeri mengimbau seluruh daerah untuk menandatangani NPHD paling lambat pada 14 Oktober dari semula 1 Oktober 2019.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Syarifuddin mengatakan tim dari Kemendagri akan turun ke daerah jika hal itu tidak terlaksana.
"Nanti tanggal 14 (Oktober) akan kami cek. Pengalaman kami di Pilkada sebelumnya kalau memang batas waktu tidak terpenuhi, kami turun langsung ke daerah," ujar Syarifuddin usai rapat 'Koordinasi Evaluasi Pendanaan Pilkada Serentak Tahun 2020' di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (7/10).
Proses penghitungan surat suara pilkada serentak. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Syarifuddin menuturkan pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap Anggaran Pembelian dan Belanja Daerah (APBD) di sejumlah daerah yang tidak kunjung menandatangani NPHD. Dalam proses itu, ia menyebut timnya kemungkinan akan melakukan tiga hal agar NPHD ditandatangani oleh daerah.
Tiga hal yang bakal dilakukan Kemendagri, yakni menggeser anggaran dari belanja yang tidak terduga; menjadwal ulang kegiatan; dan menggunakan kas daerah.
Lebih lanjut, Syarifuddin membeberkan sebanyak 61 dari 270 daerah belum menandatangani NPHD karena beberapa faktor, salah satunya ketersediaan APBD.
Meski masih banyak daerah yang belum menandatangani NPHD, ia yakin dana Pilkada serentak 2020 akan tersedia. Sebab, ia menilai kondisi yang terjadi saat ini hanya dinamika yang biasa terjadi saat Pilkada.
"Sama halnya seperti Pilkada tiga kali sebelumnya, alot tapi pada saatnya nanti tersedia," ujarnya.
Di sisi lain, Syarifuddin membeberkan prediksi anggaran Pilkada serentak 2020 untuk sementara sebesar Rp15,31 triliun. Jumlah itu meningkat sebesar 202,40 persen jika dibandingkan dengan Pilkada serentak tahun 2015 yang hanya Rp7,56 triliun.
"Itu Rp15 triliun baru yang sudah teranggarkan. Catatan saya setelah NPHD masuk nanti kami akan tahu semuanya. Tentu lebih tinggi dari anggaran rata-rata daerah yang melaksanakan," ujar Syarifuddin.
"Saya tidak ingin berandai-andai, tapi yang jelas di atas Rp15 triliun," ujarnya saat diminta untuk menyebut anggaran pasti Pilkada serentak tahun 2020.
Arief Budiman mengklaim KPU pusat sudah mengundang 270 satuan kerja tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang akan melaksanakan Pilkada serentak tahun 2020. Akan tetapi, ia mengaku ada sejumlah daerah yang belum membahas penyelenggaraan pilkada di daerahnya karena belum ada kesepakatan terkait NPHD.
Situasi itu terjadi karena dua hal, yakni keterlambatan KPUD mengajukan anggaran NPHD hingga sudah selesainya pembahasan APBD murni dan perubahan.
"Jadi harus dicarikan jalan keluar," ujar Arief di Kantor Kemendagri, Jakarta.
Terkait dengan situasi itu, Arief berharap kesepakatan bisa segera dicapai. Sebab, ia menyebut sejumlah tahapan Pilkada serentak 2020 sudah ada yang dimulai pada 2019.
Ketua Bawaslu Abhan mengingatkan penyelenggaraan pilkada serentak 2020 merupakan tanggung jawab bersama. Sehingga ia berharap semua daerah yang menyelenggarakan Pilkada bisa segera menandatangani NPHD.
"Penyelenggaran pemilu ini adalah KPU dan Bawaslu. Dua-duanya tidak bisa dipisahkan. Kalau hanya ada KPU tentu tidak akan legitimate kalau tidak ada pengawasan," ujar Abhan di Kantor Kemendagri, Jakarta.
[Gambas:Video CNN] (ryn/jps/pmg)