Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Novel Baswedan mengungkapkan terdakwa
Markus Nari turut menerima aliran uang terkait kasus tipikor dalam proyek
e-KTP.Itu diutarakan Novel saat bersaksi di sidang lanjutan kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Markus Nari. Novel mengatakan hal tersebut berdasarkan keterangan mantan Anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani saat menjalani pemeriksaan di KPK.
Novel merupakan koordinator penyidik dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Ia dihadirkan jaksa penuntut umum sebagai saksi verbal lisan atau saksi penyidik dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Markus Nari di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (9/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada, Yang Mulia [penerimaan uang oleh Markus Nari]. Saya lupa detailnya cuma keterangan itu dicantumkan," ujar Novel menjawab pertanyaan majelis hakim mengenai apakah ada penerimaan uang oleh Markus Nari dalam BAP Miryam S Haryani yang belum dicabut.
Novel mengatakan Miryam sangat kooperatif dan terbuka dalam pemeriksaan pertama di Gedung KPK. Miryam, kata dia, secara lengkap menyampaikan siapa-siapa saja anggota parlemen yang mendapat uang dari proyek e-KTP.
Bahkan, Novel mengaku pernah diminta untuk bertemu oleh Miryam sendiri. Pertemuan itu, kata Novel, membahas mengenai ketakutan mantan anggota Komisi II DPR RI itu soal ancaman lantaran telah terbuka membongkar perkara.
"Dan memang banyak hal yang disampaikan dan pada dasarnya Ibu Miryam menyampaikan kekhawatirannya atas adanya ancaman dari orang lain," kata Novel.
"Sehingga, saya sampaikan ke Ibu Miryam sebagai penyidik, 'apakah Ibu perlu perlindungan?'. Tapi, karena beliau sebagai anggota DPR dan punya protokol barang kali beliau menolak. Dan apabila nanti ada membutuhkan, beliau menyampaikan kembali," sambungnya.
Sementara itu, Miryam yang juga menjadi saksi dalam persidangan ini menampik seluruh pengakuan Novel. Miryam mengatakan tidak mencantumkan nama Markus Nari sebagai pihak penerima uang terkait proyek e-KTP dalam BAP-nya.
"Tidak ada, Pak Hakim," jawab Miryam saat dikonfirmasi oleh majelis hakim terkait penerimaan uang Markus dalam BAP-nya yang belum dicabut.
 Markus Nari saat berada di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan penyidik. (ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf) |
Perihal permintaan pertemuan saat proses penyidikan berjalan, Miryam dengan tegas mengatakan tidak pernah bertemu dengan Novel karena itu di luar kapasitasnya sebagai saksi. Miryam malah menuding balik bahwa dirinya mendapat tekanan dari Novel dalam proses pemeriksaan. Hal inilah yang menjadi dasar bagi Miryam untuk mencabut BAP-nya saat di bersaksi di persidangan.
Miryam lalu menyinggung terkait rumah dirinya yang didatangi Novel dan jaksa penuntut umum pada suatu waktu pagi.
"Bapak [Novel] datang ke rumah saya pagi-pagi membawa dua jaksa. Dia mengatakan kepada saya, 'Bu Yani, saya datang mau silaturahmi'. Ok. 'Ini kan mau jadi saksi ke pengadilan besok?' Iya betul," tutur Miryam menirukan dialog dirinya dan Novel.
"'Ada apa nih, Pak?' Saya kaget. Beliau bawa dua jaksa ke rumah saya di Tanjung Barat. 'Ada apa ni, Pak?'," ujarnya lagi.
Dikonfirmasi ulang, Novel membenarkan pernyataan Miryam tersebut. Tapi, Novel meluruskan bahwa pertemuan yang dimaksud hanya sekadar memastikan tidak ada ancaman yang diterima Miryam.
Novel menerangkan kala itu dirinya diajak penuntut umum ke rumah Miryam untuk memastikan keselamatan yang bersangkutan. Pasalnya, sambung Novel, penuntut umum lupa menanyakan apa yang telah disampaikannya jauh sebelum pelimpahan berkas dan tersangka e-KTP ke tahap II terkait potensi ancaman yang didapat Miryam.
"Cuma pada proses berjalan, rekan penuntut mendatangi atau menghubungi saksi ini. Sehingga sehari sebelumnya, sebelum jadwal sidang, saya diajak tepatnya oleh rekan penuntut umum untuk mendatangi saksi ini. Kami khawatir Ibu Miryam ini benar-benar diancam," tutur Novel.
Kekhawatiran bakal adanya ancaman terlihat pada saat Miryam memperlihatkan majalah Tempo dan harian Kompas yang pada intinya memuat berita bahwa keterangan yang disampaikan Miryam kepada penyidik KPK telah bocor.
"Ibu Miryam menunjukkan kepada kami majalah Tempo dan Kompas karena keterangan yang disampaikan muncul di media. Pada saat penyampaian ini, Ibu Miryam mengatakan, 'saya tidak pernah percaya lagi kepada penyidik'," ujar Novel.
Novel pun memastikan kebocoran itu bukan karena ulah penyidik.
"Jadi, saya pastikan tidak ada penyidik yang membocorkan itu," kata dia.
 Miryam S Haryani. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan) |
Lebih lanjut, Jaksa KPK Ariawan yang juga menjadi saksi menyatakan kedudukan BAP Miryam sangat penting dalam memproses pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pusaran korupsi e-KTP. Namun, ketika Miryam mencabut BAP, terdapat bukti-bukti yang menjadi tidak teruji untuk terus melakukan proses hukum terhadap nama-nama yang telah disebut sebelumnya, termasuk Markus Nari.
"Dengan dicabutnya BAP, bukti-bukti akan sulit teruji," pungkas Jaksa Ariawan.
Miryam sendiri telah divonis lima tahun penjara karena terbukti memberikan keterangan palsu di persidangan terkait kasus proyek e-KTP.
Sementara Markus Nari didakwa memperkaya diri sendiri dengan uang sejumlah US$1,4 juta dan memperkaya orang lain dan korporasi terkait pengadaan proyek e-KTP. Atas perbuatannya ini, Markus Nari didakwa telah melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ia juga didakwa mencegah atau merintangi secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap saksi Miryam S. Haryani dan terdakwa Sugiharto dalam perkara proyek e-KTP.
Sementara untuk merintangi penyidikan, Markus diancam pidana dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(ryn/kid)