Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menetapkan Wali Kota Medan periode 2014-2015 dan 2016-2021, Tengku Dzulmi Eldin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait dengan proyek dan jabatan pada Pemerintah Kota Medan tahun 2019.
Eldin ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari dan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar.
"Setelah melakukan pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, maka disimpulkan adanya dugaan tipikor dugaan penerimaan suap terkait proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Rabu (16/10) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkara bermula ketika Eldin menerima uang sejumlah total Rp130 juta dari Isa Ansyari. Saut mengatakan uang tersebut sebagai imbalan karena Eldin mengangkat Isa sebagai Kepala Dinas PUPR Kota Medan.
Perkara berikutnya ialah ketika perjalanan dinas dalam rangka kerja sama
sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang. Eldin turut membawa serta istri, dua anaknya, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan.
Bahkan, kata Saut, Eldin memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas. Di masa perpanjangan tersebut keluarga Eldin didampingi oleh Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan, Syamsul Fitri Siregar.
Akibat hal ini, tutur Saut, terdapat pengeluaran perjalanan dinas Wali Kota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD.
"Pihak tour&travel kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada TDE [Eldin]," ucap Saut.
Lantas, Eldin pun memerintahkan Syamsul mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang dengan nilai sekitar Rp800 juta.
Kadis PUPR Isa Ansyari mengirim Rp200 juta ke Eldin atas permintaan melalui Syamsul untuk keperluan pribadi Wali Kota.
Berikutnya, Syamsul menghubungi ajudan Eldin, Aidiel Putra Pratama dan menyampaikan keperluan dana sekitar Rp800-900 juta untuk menutupi pengeluaran di Jepang. Ia kemudian membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan dimintakan kutipan dana. Termasuk di antaranya adalah kadis-kadis yang ikut berangkat ke Jepang.
Isa Ansyari, sebagai pihak yang tidak ikut berangkat ke Jepang pun juga diminta uangnya. "Diduga IAN [Isa] dimintai uang tersebut karena diangkat sebagai Kadis PU oleh TDE [Eldin]," ujar Saut.
Isa diminta memberikan uang sejumlah Rp250 juta. Namun, ia hanya menyerahkan Rp200 juta saja. Salah satu ajudan Eldin yang lain bernama Andika kemudian menanyakan kepada Isa perihal kekurangan uang tersebut.
Saut berujar Isa merespons dengan menyampaikan kepada Andika untuk mengambil uang tersebut secara tunai di rumahnya. Andika pun datang ke rumah Isa guna mengambil uang Rp50 juta yang ditujukan untuk Eldin.
Dalam perjalanan pulang dari rumah Isa, kendaraan Andika diberhentikan oleh Tim Penindakan KPK untuk diamankan beserta uang Rp50 juta tersebut. Namun, Andika berhasil melarikan diri dengan berusaha menabrak petugas KPK dengan kendaraan roda empatnya.
"Kami mengimbau agar AND [Andika] menyerahkan diri dan bawa itu uang Rp50 juta," tekan Saut.
Sebagai pihak yang diduga menerima suap, Eldin dan Syamsul disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pihak yang diduga pemberi, Isa Ansyari disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(ryn/age)