Revisi UU KPKRevisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) menjadi satu dari sekian masalah lain peninggalan periode pertama Jokowi. Gelombang penolakan terhadap Revisi UU KPK datang silih berganti. Dari masyarakat awam, pegawai KPK, aktivis anti-korupsi, hingga mahasiswa.
Aksi unjuk rasa juga dilakukan beberapa kali. Tak jarang aksi-aksi itu berujung kericuhan.
Namun nyatanya pemerintah dan DPR seolah 'tutup kuping dan mata'. DPR tetap mengesahkan Revisi UU KPK menjadi UU pada 17 September lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi pun didesak untuk segera menerbitkan Perppu KPK karena banyak pihak menilai UU KPK yang baru memuat aturan-aturan yang dapat melemahkan KPK.
Jokowi sendiri sempat akan mempertimbangkan menerbitkan Perppu KPK.
"Soal UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali diberikan pada kita, utamanya masukan itu berupa penerbitan Perppu. Tentu akan kita hitung, setelah kita putuskan, akan kami sampaikan," ujar Jokowi kepada wartawan usai pertemuan tersebut pada Kamis (26/9).
Namun hingga hari ini, Jokowi tak juga mengeluarkan Perppu KPK. Bahkan Jokowi cenderung tutup mulut beberapa hari terakhir menjelang pelantikan ketika ditanya terkait Perppu KPK.
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai keputusan Jokowi soal Perppu KPK akan memperlihatkan posisi yang sebenarnya dalam agenda pemberantasan korupsi. Jokowi berjanji akan memperkuat KPK dalam janjinya ketika Pilpres 2014 maupun Pilpres 2019.
"Kalau misalnya benar (tak mengeluarkan Perppu KPK), ya berarti nanti kita bisa nilai Pak Jokowi lebih menghitung posisi politiknya terhadap partai politik atau posisi politiknya terhadap rakyat yang sudah memilihnya dan dia wakili," kata Bivitri kepada CNNIndonesia.com, Rabu (2/10).
Sistem Zonasi Mendapatkan SekolahSistem zonasi dalam PPDB juga tak ketinggalan menjadi perhatian di periode pertama Jokowi. Sistem zonasi ini pertama kali diterapkan pada 2017 lalu. Meski ada penolakan, terutama orang tua siswa, Kemendikbud kembali menerapkan sistem serupa pada 2018 dan 2019.
Sistem zonasi mewajibkan sekolah tingkat SD hingga SMA/SMK menerima siswa baru berdasarkan domisili. Sekolah harus memprioritaskan calon siswa yang tinggal dekat dengan sekolah tersebut. Bukan berdasarkan nilai yang dimiliki siswa.
Menurut Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuraza Azzahra, pemerintahan Jokowi periode kedua mesti menekankan pemerataan infrastruktur pendidikan dan kualitas guru. Dengan begitu, manfaat dari sistem zonasi dapat dirasakan secara menyeluruh dan semua siswa mendapat kualitas pendidikan yang sama.
Pemerintah memang sudah menempuh sejumlah hal dari tahun ke tahun. Itu dilakukan demi menyempurnakan penerapan sistem zonasi.
Salah satunya adalah merevisi syarat Kartu Keluarga saat pendaftaran. Dahulu, siswa dapat diterima di sekolah jika menyertakan Kartu Keluarga yang diterbitkan setahun sebelumnya. Kini, hanya bisa diterima jika KK itu diterbitkan 6 bulan sebelumnya.
Meski begitu, tetap harus ada penyempurnaan oleh Jokowi di periode kedua. Jika tidak, suara-suara sumbang akan selalu muncul setiap tahun ajaran baru tiba setiap tahunnya.
(bmw/osc)