Jakarta, CNN Indonesia -- Ratusan ekonom mengirimkan surat terbuka ke Presiden Joko Widodo berupa rekomendasi terkait dampak pelemahan penindakan dan pencegahan korupsi terhadap perekonomian Indonesia.
Berdasarkan data per Kamis, 17 Oktober 2019 pukul 15.58 WIB, setidaknya 135 ekonom yang terdiri dari lintas universitas dan lembaga menilai RUU KPK hasil revisi lebih buruk daripada UU Nomor 30 tahun 2002.
"RUU KPK melemahkan fungsi penindakan KPK dan membuat KPK tidak lagi independen," demikian dilansir dalam surat terbuka yang diterima C
NNIndonesia.com, Kamis (17/10).
Para ekonom berpandangan perubahan aturan ini justru akan meningkatkan korupsi di Indonesia. Selain itu juga menurunkan kredibilitas KPK dalam melaksanakan program-program pencegahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam ilmu ekonomi, diajarkan optimalisasi dan efisiensi alokasi sumber daya. Namun, menurut mereka, korupsi menciptakan mekanisme sebaliknya.
Para ekonom memfokuskan rekomendasi untuk mengoptimalkan kesejahteraan rakyat. Studi literatur yang telah mereka lakukan menunjukkan bahwa argumentasi korupsi sebagai pelumas pembangunan mengandung tiga kelemahan mendasar dan tidak relevan untuk Indonesia.
Selain itu, argumentasi penindakan korupsi menghambat investasi tidak didukung oleh hasil kajian empiris.
Berdasarkan hasil telaah literatur yang telah dilakukan, korupsi disebut dapat mengancam pencapaian visi pembangunan nasional karena berdampak buruk terhadap pembangunan infrastruktur, SDM, serta membebani APBN dan menyuburkan praktik aktivitas ilegal (shadow economy).
Selain itu, sejumlah poin krusial lain dari korupsi ialah dapat menghambat dan mengganggu kemudahan investasi, korupsi memperburuk ketimpangan pendapatan, korupsi melemahkan pemerintahan dalam wujud pelemahan kapasitas fiskal dan kapasitas legal. Korupsi pun dinilai menciptakan instabilitas ekonomi makro karena utang eksternal cenderung lebih tinggi daripada penanaman modal asing.
"Pencapaian tujuh agenda pembangunan dalam RPJMN 2020-2024 terancam akibat korupsi dan lemahnya aspek kelembagaan," tulisnya.
Para ekonom menilai penindakan dan pencegahan korupsi bukan bersifat substitutif, tapi komplementer. Oleh karenanya, pencegahan korupsi oleh KPK tidak akan efektif ketika fungsi penindakan KPK dimarginalisasikan.
Mereka pun menyinggung upaya yang telah dilakukan KPK sejauh ini. Seperti telah memperbaiki transparansi, akuntabilitas dan tata kelola di sektor-sektor strategis seperti kesehatan, pendidikan, pertambangan, perkebunan, kehutanan, perikanan, peningkatan integritas pejabat negara, dan membangun korporasi berintegritas.
Selain itu juga KPK telah berupaya meningkatkan penerimaan negara melalui program-program pencegahan.
"Pelemahan KPK akan mengancam kinerja berbagai program pencegahan korupsi tersebut," tulisnya.
Mereka menilai pelemahan terhadap KPK tidak banyak membebani KPK secara lembaga. Justru, menurut mereka, pelemahan itu akan membebani DPR, Pemerintah, dan masyarakat.
Atas dasar itulah, mereka mendesak Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu untuk membatalkan RUU KPK yang telah berlaku hari ini.
"Memohon kepada Bapak Presiden untuk memimpin reformasi di berbagai sektor, mengingat sejarah menunjukkan keberhasilan reformasi di berbagai negara," pinta mereka.
Lebih lanjut, Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan desakan penerbitan Perppu KPK dari ekonom terus bertambah.
"Tiap detik bergerak," katanya kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (17/10).
(ryn/age)