Kasus Novel, Ujian bagi Jokowi Jelang Pelantikan Presiden

CNN Indonesia
Minggu, 20 Okt 2019 13:55 WIB
Lebih dari 300 orang unsur kepolisian serta para pakar terlibat pengusutan kasus Novel Baswedan. Sudah tiga tim dibentuk, kasus Novel tak kunjung terungkap.
Mata kiri penyidik KPK Novel Baswedan rusak usai disiram air keras. Pelaku penyiraman belum terungkap. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat lebih dari 300 orang unsur kepolisian serta para pakar, terlibat pengusutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Sejak penyerangan pada 11 April 2017, setidaknya sudah ada tiga tim yang dibentuk.

Minggu (20/10) merupakan momen penting bagi Joko Widodo karena akan dilantik sebagai presiden, bersama wakilnya Ma'ruf Amin. Bulan ini pula bertepatan dengan nyaris berakhirnya tenggat tiga bulan yang diberikan Jokowi kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mengungkap dalang penyerangan Novel Baswedan.

Peneliti ICW Wana Alamsyah menilai kerja tim tersebut belum juga berhasil mengungkap pelaku serta otak teror air keras yang mengakibatkan mata Novel nyaris buta. Padahal kata dia, anggota tim telah memeriksa puluhan saksi, puluhan rekaman CCTV juga lebih 100 toko bahan kimia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagaimana bukti yang telah dicek? Ada sekitar 74 orang yang telah diperiksa, 38 rekaman CCTV dan 114 toko penjual bahan-bahan kimia. Lalu, bagaimana kemudian selama 2 tahun enam bulan kasus Novel Baswedan tidak kunjung ada titik terangnya. Lalu apakah kepolisian gagal? Ya memang gagal," ujar Wana dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (19/10).


"Sehingga apa yang harus dilakukan Jokowi saat ini, membentuk TGPF Independen adalah waktu yang tepat," katanya lagi.

Wana merinci, tim pertama dibentuk pada 12 April 2017 oleh Kapolda Metro Jaya saat itu, Idham Aziz. Sementara tim kedua dibentuk Januari 2019 oleh Kapolri Tito Karnavian yang disebut sebagai Tim Gabungan Pencari Fakta. Kemudian tim ketiga dibentuk pada Agustus 2019 yakni tim teknis yang dibuat atas rekomendasi tim sebelumnya di bawah komando Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Nico Afinta.

Namun hingga 2,5 tahun pengusutan, kasus tersebut tak kunjung menemui titik terang. Karena itu, sejumlah pegiat HAM dan pakar hukum mendesak Presiden Jokowi tak lagi berkilah dan segera membentuk Tim Pencari Fakta Gabungan (TGPF) Independen.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menduga sulitnya pengungkapan perkara bukan karena ketidakmampuan anggota tim pengusutan, melainkan lantaran indikasi keterlibatan petinggi Polri. Itu sebab kata dia, penting untuk membentuk tim independen yang bekerja langsung di bawah presiden.


"Kasus Novel Baswedan adalah ujian sejarah bagi pemerintahan Jokowi. Jadi jika pemerintahan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) memiliki kasus Munir sebagai ujian sejarahnya, maka kasus Novel Baswedan adalah ujian sejarah bagi pemerintahan saat ini," kata Usman dalam diskusi yang sama.

Munir Said Thalib yang disebut Usman adalah aktivis HAM yang dibunuh dengan racun arsenik dalam perjalanannya dari Indonesia menuju Belanda pada 2004 silam. Pendiri KontraS ini dikenal aktif mendampingi korban pelanggaran HAM dan mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai tak adil. Beberapa pelaku lapangan sudah ditahan namun tetap menerima pengurangan hukuman, sedangkan dalang pembunuhan hingga kini belum berhasil diungkap.

Sementara Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani memperingatkan, keengganan Jokowi untuk membentuk TGPF Independen hanya akan menghancurkan wibawa presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

"Dua tahun adalah waktu yang sudah sangat panjang dan perlu bagi presiden untuk menyatakan bahwa Polri gagal mengungkap kasus serangan terhadap Novel Baswedan. Dan kegagalan ini tidak bisa kita taruh sebagai kegagalan Polri, tetapi juga tamparan terhadap kewibawaan presiden sebagai pimpinan dari kepolisian," ujar Yati.

Kalangan masyarakat sipil menuliskan surat terbuka guna mendesak penyelidikan menyeluruh atas teror air keras terhadap Novel Baswedan. Surat ini hendak mengingatkan presiden terpilih Jokowi akan salah satu janji kampanye mengenai perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.


[Gambas:Video CNN] (ika/pmg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER