Surya Anta Cs Resmi Ajukan Praperadilan soal Tersangka Makar

CNN Indonesia
Selasa, 22 Okt 2019 15:46 WIB
Aktivis Papua, Surya Anta resmi mengajukan praperadilan ke PN Jaksel dengan salah satu tudingan penetapan tersangka makar yang tak sesuai prosedur.
Tim Advokasi Papua, kuasa hukum Surya Anta dan lima mahasiswa asal Papua mendaftar gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 22 Oktober 2019. (CNN Indonesia/ Nurika manan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aktivis Papua yang juga Juru Bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP), Surya Anta resmi mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (22/10). Tim Advokasi Papua menilai ada kesalahan prosedur dalam penetapan tersangka makar kepada Surya Anta.

Surya juga menggandeng lima mahasiswa asal Papua untuk turut mengajukan praperadilan. Mereka di antaranya Charles Kossay, Dano Tabuni, Issaay Wenda, Ambrosius Mulait dan Arina Elopere. Mereka ditangkap secara berturut pada 30 dan 31 Agustus 2019 atas tuduhan makar saat aksi 28 Agustus 2019 di depan Istana Negara, Jakarta.

"Klien kami tidak pernah dipanggil sebagai saksi, namun tiba-tiba ditangkap dan disebut sebagai tersangka," kata anggota Tim Kuasa Hukum, Okky Wiratama usai mendaftarkan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anggota lain Tim Advokasi Papua Michael Himan mengutarakan, penetapan tersangka terhadap Ambrosius dan Issay Wenda juga dianggap tak profesional. Keduanya menurut Himan, ditangkap di tengah protes dan ajakan berembuk saat hendak mempertanyakan penangkapan Surya Anta, Charles Kossay juga Dano Tabuni.
"Yang katanya dipanggil mau audiensi, tiba-tiba masuk di Polda atas nama Ambrosius dan Issaay Wenda itu langsung ditangkap dan diikat tangannya dan dibilang: kamu tersangka. Ini yang tanggal 31, sore itu dilanjutkan penangkapan," cerita Himan.

Pada hari yang sama, dilakukan penangkapan lagi terhadap sejumlah orang di Asrama Mahasiswa Nduga di Jakarta. Dalam penindakan tersebut kuasa hukum juga menduga terjadi diskriminasi terhadap salah satu mahasiswa yang ditangkap.

"Saat penangkapan atas nama Arina, dia itu memakai kaos singlet. Dia kan memohon untuk berganti pakaian, tapi salah satu penyidik bilang: 'Hei kalian itu orang Papua biasa enggak pakai baju, sudah naik sana nanti jelaskan saja di Polda'," ungkap Himan.

Keberadaan Bendera Bintang Kejora Dipertanyakan

Kuasa hukum juga bakal mempertanyakan bukti bendera Bintang Kejora yang selama ini dijadikan dasar polisi untuk menjerat para kliennya. Menurutnya, tidak ada perencanaan dari para mahasiswa.

"Bahwa mereka itu tidak melakukan penyerangan terang-terangan terhadap pemerintahan yang sah. Mereka itu gerakannya karena kesadaran atas apa yang menimpa mahasiswa di Surabaya," jelas dia lagi.

Kuasa hukum mengaku belum pernah ditunjukkan langsung bukti berupa bendera Bintang Kejora tersebut. Menurut Okky, dalam penggeledahan di sejumlah lokasi dan asrama pun tak ditemukan bendera itu.

Selain itu Okky menambahkan, tim advokasi juga menemukan dugaan pelanggaran prosedur penggeledahan lantaran tidak disertai surat izin pengadilan negeri setempat dan keberadaan saksi.
[Gambas:Video CNN]

Sebelumnya, Polda Metro Jaya menjerat enam aktivis Papua dengan Pasal 106 dan 110 KUHP lantaran terlibat pengibaran bendera Bintang Kejora saat aksi di depan Istana Presiden. Sementara Pasal 110 berbunyi, permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut pasal 104, 106, 107, dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.

CNNIndonesia.com mengonfirmasi temuan dugaan pelanggaran prosedur tersebut ke Polda Metro Jaya, namun pesan singkat yang dikirim belum direspons Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono. (ika/ain)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER