Jakarta, CNN Indonesia -- Rudi Ristanto mulai mengayuh
sepeda dari rumahnya di kawasan Jatibening, Bekasi, sekitar pukul 06.25 WIB setelah menyantap sarapan dan teh buatan istri. Karyawan swasta ini bergegas menuju kantornya di Menara BCA Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Dia berhenti di trotoar Pangkalan Jati dekat Tol Becakayu, Jakarta Timur, untuk menemui sejumlah kawan. Rombongan Bekasi alias Robekers, begitulah rekan-rekan Rudi menamakan diri. Di titik ini, sedikitnya 15 pesepeda memulai perjalanan bersama ke kantornya masing-masing di bilangan Jakarta.
"Biasa kami dari Bekasi ramai-ramai ke kantor naik sepeda, kadang 10 orang, kalau lagi ramai bisa sampai 30 orang. Titik kumpulnya di sini," ujarnya di Jakarta Timur, Rabu (6/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum menyusuri jalanan ibu kota, Rudi telah melengkapi atribut bersepeda. Mulai dari kaus olahraga, celana pendek, sarung tangan, sepatu, masker, topi serta helm sepeda. Tas berisi pakaian kerja dan alat mandi digantung di jok belakang.
Ketika semua telah siap, Rudi mulai menggowes kembali sepedanya. Hari itu, sepeda touring jadi andalan di musim hujan. Pada musim sebelumnya, dia biasanya menggunakan sepeda lipat.
Jalan yang mereka lalui tak selalu mulus. Permukaan jalan yang kadang berlubang, genangan air sisa hujan di beberapa titik jalan, jadi tantangan.
Tak ada jalur hijau khusus sepeda di sepanjang Jalan Kalimalang-Otista. Rudi dan rombongannya pun harus berebut jalur dengan pengguna sepeda motor, mobil, maupun angkutan umum.
"Kami kadang naik lewat trotoar meskipun ada saja motor yang enggak tahu aturan, lewat trotoar juga," ujar pria yang akrab disapa Klowor.
Bersepeda secara berkelompok, menurut Rudi, lebih aman daripada sendirian. Setidaknya, para pesepeda ada yang memberi arahan ketika memasuki tikungan.
"Yoook," teriak pesepeda di barisan depan sambil mengacungkan tangan sebagai tanda belok. Maklum sepeda tak memiliki lampu sein untuk berbelok.
Meski perjalanan mereka berbaris mengular, namun ada saja pesepeda yang tertinggal dari rombongan lantaran pengendara motor menyalip masuk ke barisan.
Warga melintas di jalur sepeda di kawasan trotoar GBK, Jakarta (4/8). Jalur sepeda tersebut terhalang kotak kontainer. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Memasuki persimpangan Terminal Kampung Melayu-Jatinegara, jalur khusus sepeda sudah tersedia. Meskipun kondisinya masih belum siap pakai. Di beberapa titik, lubang bekas proyek galian kabel masih menganga, hanya saja terhalang seng dan bebatuan. Keberadaannya justru memblokade jalur.
Para pesepeda memilih naik ke trotoar untuk menghindari galian. Pesepeda lain menunjukkan kemahirannya melompat rendah menghindari bebatuan.
"Ada bekas proyek galian itu, jadi sangat menghalangi jalan," kata Rudi menyesalkan. Dia berharap proyek itu segera dirapikan kembali.
Saat menyusuri arah Matraman hingga Salemba, tantangannya berbeda lagi. Kali ini banyak pengguna sepeda motor yang melawan arus. Jalur sepeda justru dikuasai oleh para pelanggar lalu lintas itu.
Sementara peserta Robekers semakin berkurang, sebagian memisahkan diri menuju kantor masing-masing. Rudi akhirnya mengambil jalur alternatif, menyusuri gang hingga tembus ke kawasan Menteng.
Beberapa kali Rudi memilih naik ke trotoar. Bukan tanpa alasan, jalur khusus sepeda justru dipakai untuk menyalip para pengguna jalan, parkir kendaraan, atau sekadar mengetem. Bahkan ada pengguna sepeda motor yang menendang traffic cone sebagai pembatas jalan karena lajunya terganggu.
Sekitar pukul 08.00 WIB, Rudi akhirnya tiba di kantor. Dia masih memiliki waktu setengah jam untuk mandi, berbenah, dan makan di kantin, sebelum memulai pekerjaannya di lantai 49.
Dengan mengendarai sepeda, Rudi mampu menghemat waktu perjalanan ke kantor, sembari berolahraga. Meski tantangan di jalan tak mudah dilalui, dia tetap memilih menggunakan sepeda ke kantor.
"Saya sudah merasakan ke kantor naik mobil bisa tiga jam, naik motor kadang dua jam, atau KRL yang paling cepat tapi sama saja, turun di [Stasiun] Sudirman harus jalan lagi ke Menara BCA, keringetan juga," katanya.
"Gowes Bareng" dalam rangka Uji Coba Jalur Sepeda Fase 1 sepanjang 11 km di sejumlah jalanan Jakarta, Jumat (20/9). (CNN Indonesia/Daniela) |
Rudi menilai pengadaan jalur sepeda di Jakarta pada dasarnya memiliki maksud baik, membenahi kesemrawutan jalanan ibu kota. Namun niat baik itu saja menurutnya tidak cukup. Dia berharap pemerintah lebih serius mengawasi penggunaan jalur sepeda tersebut. Penegakan hukum baginya, mutlak harus dilakukan.
"Perlu ada penegakan hukum yang jelas buat memaksimalkan jalur sepeda itu, kan selama ini kalau dilihat kayak motor misalnya, lewat itu [jalur sepeda] cuma takut pas ada polisi, tapi begitu polisi pergi, lanjut lagi [pelanggarannya]," kata Rudi.
Pada Sabtu (2/11) lalu, Dinas Perhubungan DKI Jakarta sendiri telah melakukan uji coba jalur sepeda fase ketiga di dua area, salah satunya Jalan Matraman Raya hingga Jatinegara. Uji coba yang terakhir ini akan berlangsung hingga 19 November mendatang, sebelum jalur sepeda diresmikan pada sehari berikutnya.
Nantinya jika jalur sepeda telah resmi efektif digunakan, maka pengguna kendaraan bermotor yang melintas di jalur tersebut bakal dijerat dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Jadi total 63 Km [jalur sepeda] per tanggal 20 November itu berlaku efektif sebagai jalur sepeda," kata Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo saat ditemui di Jakarta Pusat, akhir pekan lalu.
Dalam rapat pembahasan Kebijakan Umum APBD Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUAPPAS) 2020 bersama Komisi B DPRD DKI Jakarta, Dishub sempat mengusulkan anggaran baru sebesar Rp73 miliar untuk pembangunan jalur sepeda.
Usulan itu sempat diperdebatkan oleh anggota Komisi lantaran jumlahnya melonjak tinggi. Namun kemudian Dishub merevisi jumlah usulan anggaran tersebut menjadi Rp62 miliar.
Angka sebesar itu untuk membeli cat berbahan coldplastic yang harus diimpor dari luar negeri dalam pembuatan marka jalur. Syafrin menyakini daya tahan marka coldplastic bisa mencapai delapan tahun.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memang tengah menggalakkan pembangunan jalur sepeda. Belakangan dia melakukan kampanye naik sepeda ke kantor dan mengikuti uji coba jalur sepeda.
Pakar transportasi Djoko Setijowarno mengatakan salah satu yang perlu diperhatikan pemerintah dalam pengembangan jalur khusus sepeda di Jakarta adalah
faktor keselamatan. Menurutnya, dengan usulan anggaran sebesar itu, faktor keselamatan pesepeda semestinya bisa terjamin.
Dia berpendapat pemasangan besi di jalur sepeda lebih bermanfaat bagi keamanan para penggunanya dibandingkan mengeluarkan anggaran untuk mengecat jalan. Bahkan menurutnya, pemasangan besi pembatas jalur lebih murah anggarannya.
"Kan enggak ada pengaruhnya juga buat pesepeda. Yang penting jaminan keselamatan, keamanan buat pesepeda. Apakah dengan karpet [cat] itu menjamin? Belum menjamin," kata Djoko kepada CNNIndonesia.com.
Dia mengatakan fasilitas bagi pesepeda harus dirancang dengan tujuan untuk mempermudah pesepeda. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan biaya pembangunan yang efisien, sehingga material yang dipilih dapat tahan lama dan biaya perawatan rendah.
Dia juga menilai pembangunan jalur sepeda semestinya tidak digencarkan di pusat kota terlebih dahulu. Djoko menyarankan pemerintah seharusnya membiasakan warganya menggunakan sepeda dimulai dari tingkat perumahan.
"Kalau kita mau menarik minat pesepeda itu, jangan di pusat kota yang dibangun, tapi mulai dari cluster-cluster, perumahan itu loh. Jadi dari situ sudah mulai dibangun, kasih setidaknya sekedar ngasih jalur," ujarnya.
[Gambas:Video CNN]