Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden
Joko Widodo mengatakan sudah terlalu banyak peraturan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang justru menghambat pembangunan. Jokowi menegaskan Indonesia bukan negara peraturan.
"Negara ini sudah kebanyakan peraturan, dan negara kita ini bukan negara peraturan. Semua diatur, semua diatur malah terjerat sendiri," kata Jokowi dalam sambutan Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Indonesia Maju Pemerintah Pusat dan Forkopimda 2019, di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/11).
Jokowi meminta para kepala daerah, baik gubernur, bupati, dan wali kota, serta ketua DPRD untuk tidak banyak membuat peraturan. Ia tak ingin kepala daerah kerap membuat peraturan yang sebenarnya tak diperlukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, peraturan yang menumpuk ini akan membuat pemerintah tak bisa bergerak cepat dalam mengambil keputusan dalam perubahan dunia yang cepat.
"Padahal sekarang negara sebesar apapun pengennya fleksibel, cepat merespons setiap perubahan. Kita malah memperbanyak peraturan, untuk apa?" ujarnya.
Jokowi lantas menyinggung soal kunjungan kerja dan studi banding setiap membuat sebuah peraturan daerah. Ia mengaku tahu betul agenda kunjungan kerja dan studi banding saat proses penyusunan sebuah peraturan daerah.
"Di kunker ada apanya saya ngerti, di studi banding ada apanya saya ngerti. Saya ini orang lapangan ngerti betul. Sudah, lah, setop. Apalagi perda-perda yang justru meruwetkan dan membebani masyarakat setop," tuturnya.
Di sisi lain, Jokowi menyatakan pemerintah pusat saat ini sedang menyiapkan omnibus law, yakni merevisi sekitar 74 undang-undang menjadi hanya satu undang-undang yang terkait dengan cipta lapangan kerja dan investasi. Ia mengaku juga akan meminta menteri untuk memangkas peraturan yang dikeluarkan.
[Gambas:Video CNN]Jokowi menyebut ingin meniru Amerika Serikat (AS). Menurutnya, seorang menteri di AS ketika mengeluarkan sebuah peraturan, maka dua peraturan sebelumnya dihapus.
Jokowi menyatakan bakal meminta menteri yang mengeluarkan peraturan baru, kemudian 10 peraturan sebelumnya dihapus.
"Sekarang menteri mau buat permen (peraturan menteri, red) boleh tapi hilang 10. Kebanyakan peraturan kita pusing sendiri. Ini model ke depan, hampir semua negara menuju ke situ," ujarnya.
(fra/wis)