
Pernah Dibatalkan MK, DPR Buka Peluang Revisi UU Pilkada Lagi
CNN Indonesia | Senin, 18/11/2019 23:40 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi II DPR membuka peluang untuk merevisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada. Salah satu poin yang akan dikaji ialah tentang anggota DPR tak perlu mundur jika maju sebagai calon kepala daerah.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengakui ada keinginan dari para anggota dewan untuk mengakomodir hal tersebut meski sudah pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satunya melalui revisi UU Pilkada.
"Memang ada isu dan ada keinginan juga supaya terjadi revisi terhadap UU itu," kata Doli di Kompleks DPR/MPR, Jakarta, Senin (18/11).
Doli mengatakan pihaknya masih mempertimbangkan sejumlah hal. Misalnya, apakah revisi bisa dilakukan ketika tahapan Pilkada 2020 tengah berjalan. Jangan sampai tahapan pilkada malah terganggu.
"Kalau materinya berat-berat dan membutuhkan waktu panjang, ini masalah waktu, waktunya enggak cukup malah ganggu tahapan pilkada 2020," kata dia.
Selain itu, keinginan anggota DPR untuk tidak mundur jika ikut dalam pilkada juga bakal berbenturan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Oleh karena itu, perlu pengkajian mendalam untuk menentukan revisi agar tidak bertentangan dengan putusan MK.
"Itu kalau dalam UU Pilkada sekarang kan hasil putusan MK, kalau anggota DPR harus mundur, enggak boleh cuti. Itu sekarang yang ada di aturannya," kata dia.
Wacana anggota legislatif tak perlu mundur dari jabatannya bila mengikuti Pilkada disampaikan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin beberapa waktu lalu. Dia mengatakan revisi UU Pilkada bakal mencakup pasal tentang syarat anggota legislatif ikut dalam pilkada.
Berbeda dengan Doli, Wakil Ketua Komisi II Arif Wibowo mengatakan peluang revisi bagi pasal itu sudah dikunci oleh putusan MK. Putusan MK ini, kata dia, sudah dimasukkan dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
[Gambas:Video CNN]
Arif menegaskan bahwa usulan ini tak bisa diterapkan pada Pilkada 2020. Dia mengatakan tahapan Pilkada 2020 sudah berjalan sehingga tak mungkin bisa mengubah tata caranya pelaksanaannya.
Arif menyarankan, jika DPR ingin merevisi UU Pilkada, maka tidak boleh ditargetkan untuk bisa diterapkan pada pilkada 2020. Menurutnya, itu tidak akan mungkin.
"Ini tahapan sudah jalan. Lah sudah jalan payung hukumnya kan UU itu. Kalau kami ubah lagi nanti komplikasi politiknya tinggi, memunculkan banyak spekulasi politik," kata Arif.
(rzr/bmw)
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengakui ada keinginan dari para anggota dewan untuk mengakomodir hal tersebut meski sudah pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satunya melalui revisi UU Pilkada.
"Memang ada isu dan ada keinginan juga supaya terjadi revisi terhadap UU itu," kata Doli di Kompleks DPR/MPR, Jakarta, Senin (18/11).
Doli mengatakan pihaknya masih mempertimbangkan sejumlah hal. Misalnya, apakah revisi bisa dilakukan ketika tahapan Pilkada 2020 tengah berjalan. Jangan sampai tahapan pilkada malah terganggu.
"Kalau materinya berat-berat dan membutuhkan waktu panjang, ini masalah waktu, waktunya enggak cukup malah ganggu tahapan pilkada 2020," kata dia.
"Itu kalau dalam UU Pilkada sekarang kan hasil putusan MK, kalau anggota DPR harus mundur, enggak boleh cuti. Itu sekarang yang ada di aturannya," kata dia.
Wacana anggota legislatif tak perlu mundur dari jabatannya bila mengikuti Pilkada disampaikan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin beberapa waktu lalu. Dia mengatakan revisi UU Pilkada bakal mencakup pasal tentang syarat anggota legislatif ikut dalam pilkada.
Berbeda dengan Doli, Wakil Ketua Komisi II Arif Wibowo mengatakan peluang revisi bagi pasal itu sudah dikunci oleh putusan MK. Putusan MK ini, kata dia, sudah dimasukkan dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Arif menyarankan, jika DPR ingin merevisi UU Pilkada, maka tidak boleh ditargetkan untuk bisa diterapkan pada pilkada 2020. Menurutnya, itu tidak akan mungkin.
"Ini tahapan sudah jalan. Lah sudah jalan payung hukumnya kan UU itu. Kalau kami ubah lagi nanti komplikasi politiknya tinggi, memunculkan banyak spekulasi politik," kata Arif.
ARTIKEL TERKAIT

Pilkada 2020, PKS Bidik Kemenangan 60 Persen
Nasional 2 minggu yang lalu
DPR Kaji Opsi Pilkada Langsung Terbatas di Beberapa Daerah
Nasional 3 minggu yang lalu
DPR Siapkan 2 Opsi Evaluasi Penyelenggaraan Pilkada Langsung
Nasional 3 minggu yang lalu
Stafsus Presiden Pastikan Jokowi Ingin Pilkada Tetap Langsung
Nasional 3 minggu yang lalu
Ada Novum, KPU Ngotot Larang Terpidana Korupsi Maju Pilkada
Nasional 3 minggu yang lalu
KPU Sebut Dua Daerah di Sumbar Belum Teken Anggaran Pilkada
Nasional 3 minggu yang lalu
BACA JUGA

Rupiah Kembali Terjungkal 0,23 Persen Hingga Level Rp14.233
Ekonomi • 28 June 2018 08:59
Kadin Sebut Mayoritas Pekerja Swasta Masuk saat Libur Pilkada
Ekonomi • 28 June 2018 06:46
Kadin Perkirakan Peredaran Uang dari Pilkada Rp25 Triliun
Ekonomi • 27 June 2018 18:58
Usai Pilkada, Rupiah Bertengger di Rp14.221 per Dolar AS
Ekonomi • 27 June 2018 18:21
TERPOPULER

KPK Temukan Aliran Duit 5 Kali Lipat ke Eks Dirut Garuda
Nasional • 44 menit yang lalu
Kapolri Tunjuk Listyo Sigit Jadi Kabareskrim
Nasional 4 jam yang lalu
PDIP Sindir PSI yang Kritik Anggaran Komputer DKI Rp128 M
Nasional 1 jam yang lalu