Gerindra Sebut Kepala Daerah Dipilih DPRD Tak Langgar UUD '45

CNN Indonesia
Selasa, 19 Nov 2019 18:13 WIB
Sufmi Dasco menilai UUD 1945 tidak mengatur secara gamblang pemilihan langsung oleh rakyat, sehingga tidak masalah DPRD kembali diberikan mandat untuk pilkada.
Waketum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. (CNN Indonesia/Patricia Diah Ayu Saraswati).
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menilai mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) dikembalikan lagi ke DPRD tidak melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena itu, Dasco melihat tidak masalah jika DPRD diberikan mandat kembali untuk memilih kepala daerah di daerahnya masing-masing.

Hal ini merespons rencana evaluasi pilkada oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Meski sudah diklarifikasi Tito, namun rencana evaluasi itu sempat memunculkan isu bahwa mekanisme pilkada kembali dilakukan oleh DPRD.

"Pemilihan kepala daerah melalui DPRD tidak melanggar Undang-Undang Dasar 1945 sehingga tidak masalah jika wakil rakyat yang menentukan kembali wali kota/bupati di daerah masing-masing," kata Dasco dalam keterangan tertulisnya, Selasa (19/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wakil Ketua DPR itu menyinggung subtansi UUD 1945 yang tidak mengatur secara gamblang pemilihan langsung kepala daerah dipilih oleh masyarakat. Ia mengatakan bahwa dasar konstitusi itu hanya menyebutkan pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis. Itu termaktub dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945.

"Gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis," mengutip bunyi Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945.
Karena itu, ia memandang lebih baik pilkada ke depannya dikembalikan lagi melalui DPRD agar lebih efektif dan efisien. Dengan catatan setelah melewati kajian yang mendalam antara DPR dan Pemerintah.

"Tentu setelah dikaji secara mendalam dan komprehensif oleh Komisi II DPR RI dan Kemendagri," kata dia.

Dasco lebih jauh menilai pilkada langsung yang digelar sejak 2005 itu memiliki banyak dampak negatif terhadap keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Salah satunya adalah munculnya fanatisme antarpendukung calon berlebihan yang berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat.

"Apabila tidak terkendali bisa berakibat melahirkan malapetaka dan keresahan masyarakat," kata dia.

[Gambas:Video CNN]

Selain itu, Dasco mengatakan pelaksanaan pilkada langsung pun turut menimbulkan ekses biaya politik yang mahal selama ini. Ia mencontohkan kandidat akan mengeluarkan biaya yang besar sehingga mereka banyak yang mencari jalan untuk 'balik modal' dan tak jarang terjerat kasus korupsi.

"Pasalnya, untuk menjadi kepala daerah dengan pemilihan langsung berbiaya tinggi, akomodasi tim sukses, atribut kampanye, biaya kampanye akbar, pembiayaan saksi, dan lain-lain," kata dia.

Sebelumnya Mendagri Tito Karnavian mengklarifikasi bahwa dirinya tidak pernah menyampaikan agar proses pilkada dikembalikan lagi ke DPRD.

"Saya tidak pernah menyampaikan kembali kepada DPRD. Ini saya klarifikasi," kata Tito dalam rapat bersama Komite I DPD di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/11).

Dia menerangkan bahwa usulannya ialah agar dilakukan evaluasi terhadap proses pilkada secara langsung. Menurutnya, evaluasi bukan sebuah hal yang haram karena setiap kebijakan yang menyangkut kepentingan bangsa membutuhkan evaluasi.

Evaluasi, lanjut mantan Kapolri itu, harus dilakukan lewat kajian empiris atau berdasarkan pelaksanaan yang sudah dilakukan selama ini untuk mengetahui dampak positif dan negatif. Ditambah kajian akademik yang merujuk pada data. (tst/osc)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER