Jakarta, CNN Indonesia -- Komitmen pemerintah untuk melakukan modernisasi alat utama sistem senjata (
alutsista) dalam satu dekade dinilai masih kurang kuat. Selain itu agenda transformasi pertahanan juga dinilai tidak mengubah postur anggaran pertahanan secara signifikan.
Peneliti sekaligus Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy, Shiskha Prabawaningtyas menuturkan tren persentase alokasi modernisasi alutsista pada periode pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menurun tiap tahunnya.
"Secara spesifik komitmen modernisasi alutsista kurang kuat. Hal itu ditandai dengan tren alokasi modernisasi yang cenderung menurun," ujar Shiskha dalam peluncuran hasil penelitian dan diskusi publik 'Evaluasi Satu Dekade Transformasi Pertahanan di Indonesia, 2010-2019' di Gedung Tempo, Jakarta, Senin (16/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Shiskha mengatakan hasil penelitian mencatat proporsi modernisasi alutsista turun tajam, yakni dari Rp18,35 triliun pada 2017 menjadi Rp9,93 triliun pada 2018.
"Atau turun sebesar Rp8,24 triliun," demikian tertulis laporan hasil penelitian yang disampaikan Shiskha.
Berdasarkan penelitian, disimpulkan sejumlah hal yang membuat lemahnya komitmen modernisasi alutsista. Pertama, kepemimpinan sipil memengaruhi pola distribusi anggaran pertahanan. Kedua, upaya Jokowi dalam dalam menciptakan profesionalisme militer lewat peningkatan belanja pegawai, yakni terkait gaji hingga tunjangan. Menurutnya cara itu bertentangan dengan klaim yang selama ini dibangun pemerintah bahwa sebagian besar anggaran pertahanan dihabiskan untuk belanja alutsista.
Kedua, Shiskha menyampaikan poros maritim dunia yang menjadi visi Jokowi-Jusuf Kalla pada periode 2015-2019 tidak tergambarkan dalam distribusi anggaran pertahanan. Dia menyebut TNI AL belum menjadi angkatan bersenjata yang disegani di kawasan. Menurutnya, alokasi belanja alutsista TNI AL tidak mengalami kenaikan signifikan dari TNI AD dan AU.
"Anggaran modernisasi alutsista matra laut mulai meingkat secara signifikan pada tahun 2017. Namun, masih lebih kecil dari pada matra darat," ujarnya.
Lebih dari itu, dia menduga Jokowi tidak memiliki kendali kuat di sektor pertahanan terkuat implementasi visi poros maritim dunia. Sehingga, dia berkata titik berat modernisasi tidak berubah dan tidak mengarusutamakan pembangunan kekuatan matra laut.
"Presiden Joko Widodo bersikap pragmatis dan kompromis dalam penentuan postur anggaran pertahanan. Presiden Joko Widodo tidak memaksakan implementasi visi poros maritim dunia dalam distribusi alokasi belanja modal," ujar Shiska.
Agenda transformasi pertahanan dan postur anggaranSelain itu, Shiskha mengatakan agenda transformasi pertahanan tidak mengubah postur anggaran secara signifikan ditandai dengan tidak berubahnya besaran distribusi anggaran pertahanan. Berdasarkan hasil pengolahan data Kementerian Keuangan, kata dia, persentase belanja modal menurun dari 28,50 persen dari tahun 2017 menjadi 17,92 persen pada tahun 2018. Sementara berdasarkan matra, TNI AD penerima anggaran pertahanan terbesar.
Shiskha menyampaikan hasil penelitian memperlihatkan lemahnya penerapan tata kelola pemerintahan yang baik dalam hal manajemen anggaran pertahanan. Itu, sambungnya, terlihat dari ketidakdisplinan pengelolaan anggaran dan sejumlah temuan BPK terkait laporan keuangan Kementerian Pertahanan.
[Gambas:Video CNN]Berdasarkan penelitian, Shiskha membeberkan ada tiga persoalan penyajian laporan keuangan di bidang pertahanan yakni pemanfaatan aset dan barang milik negara tanpa mengikuti prosedur baku; risiko penyalahgunaan anggaran dalam pengadaan barang dan jasa; dan buruknya dokumentasi perjalanan dinas.
Terkait dengan transparansi, Shiskha menyebut Kemenhan tidak pernah melansir laporan keuangan penggunaan anggaran pertahanan kepada publik.
Laporan penggunaan anggaran pertahanan hanya didapatkan secara parsial melalui Laporan Keuangan Kementerian Keuangan hasil audit yang dilansir melalui situs resmi.
"Sekalipun ada situs resmi Kementerian pertahanan terdapat tautan laporan keuangan dan anggaran, akan tetapi tautan tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya," ujar Shiskha.
(jps/kid)