Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Siti Nurbaya Bakar tengah mengkaji sanksi yang bakal dijatuhkan pada
penambang emas ilegal di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Aktivitas penambangan emas ilegal ini sebelumnya disebut Presiden Joko Widodo menjadi penyebab
banjir di Lebak, Banten.
"Kami sedang dalami, ini permasalahan yang kompleks makanya betul-betul kita urai dengan segala instrumen kebijakan yang ada di pemerintah, lintas kementerian juga kita lakukan," ujar Siti saat ditemui di istana wakil presiden, Jakarta, Rabu (8/1).
Pada dasarnya, lanjut Siti, terdapat sejumlah tahapan dalam penjatuhan sanksi terhadap individu atau perusahaan yang melanggar hukum, mulai dari sanksi administratif hingga hukuman di pengadilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun jika berkaitan langsung dengan masyarakat, Siti mengatakan pihaknya harus lebih berhati-hati. Saat ini sejumlah jajaran di bawahnya telah diperintahkan untuk menangani langsung para penambang emas ilegal yakni direktur jenderal konservasi, Daerah Aliran Sungai (DAS), penegakkan hukum, serta pengelolaan limbah, sampah, dan bahan beracun berbahaya.
"Kalau terkait dengan masyarakat itu beda-beda penegakannya, ada yang hard ada yang soft. Saya sebetulnya tidak termasuk (menindak) pidana, misalnya apa-apa penjarain orang," ucap Siti.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan, menurutnya, dengan mengalihkan kegiatan penambangan emas menjadi agroforestry atau pengelolaan hasil hutan dengan tanaman pertanian. Kegiatan ini telah diterapkan di Kalimantan Selatan dengan mengalihkan kegiatan penambangan emas menjadi agroforestry.
"Jadi dialihkan kegiatannya atau pengolahan emasnya tanpa merkuri, atau ditertibkan izinnya. Tapi sekarang kita dalami lagi," katanya.
Jokowi sebelumnya menyebut banjir bandang di Kabupaten Lebak, Banten, karena aktivitas perambahan dan penambangan emas ilegal di Kawasan TNGHS.
Jokowi memerintahkan Gubernur Banten Wahidin Halim dan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya untuk menghentikan aktivitas tersebut.
Menurutnya, aktivitas ilegal tersebut sudah tak bisa dibiarkan lagi. Dia tak ingin keuntungan segelintir orang membuat masyarakat dirugikan karena banjir bandang.
 Ilustrasi area penambangan emas. (Dok. Istimewa) |
Perusahaan Tambang di Halimun SalakJaringan Advokasi Tambang (Jatam) meminta Presiden Jokowi tak menutup mata terhadap keberadaan perusahaan tambang legal yang beraktivitas di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Koordinator Jatam Merah Johansyah mengatakan selain keberadaan penambang ilegal, di kawasan TNGHS itu terdapat sejumlah perusahaan yang memegang izin pertambangan.
Perusahaan itu, antara lain PT Aneka Tambang (Antam) Tbk dengan izin tambang 6.047 hektare di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor; PT Putra Samudra dengan izin tambang 1.500 hektare dan PT Bara Alam Rekhannusa dengan izin tambang 130 hektare di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Selain izin usaha pertambangan, kata Merah, kawasan TNGHS yang berada wilayah Banten dan Jawa Barat itu juga terdapat rencana Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP). Proyek Panas Bumi ini antara lain, WKP Gunung Endut, WKP Cibeureum-Parabakti, dan WKP Cisolok Sukarame.
"Jangan pilih-pilih musuh. Giliran WKP ada di situ, tambang legal Antam ada di situ, tambang lain ada di situ, enggak disebut. Karena dia punya izin. Jangan ditutup-tutupi," kata Merah kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (8/1).
Merah menyebut keberadaan penambang liar tak bisa dipisahkan dari kehadiran perusahaan tambang. Ia mengatakan penambang liar akan selalu ada di sekitar wilayah operasi perusahaan tambang yang mendapat izin.
Menurutnya, Jokowi juga harus melihat sejarah kehadiran perusahaan tambang di wilayah TNGHS. Ia menyebut banjir bandang yang terjadi di Lebak, Banten, juga terdapat jejak PT Antam.
"Ini kan mau ditumpukan pada penambangan ilegal, liar, dan rakyat. Jangan lupa ada juga tambang legal, izinnya dikeluarkan oleh pemerintah dulu. Tidak liar," ujarnya.
Merah menyatakan alih fungsi lahan di kawasan TNGHS itu bukan hanya dilakukan oleh penambang liar, tetapi juga perusahaan pemegang izin. Alih fungsi lahan ini, kata Merah, dibiarkan oleh pemerintah lewat pemberian izin dan pembiaran aktivitas tambang liar.
Oleh karena itu, Merah meminta agar Jokowi juga berani menyebut keberadaan tambang legal yang dilakukan perusahaan dan juga rencana WKP. Jokowi, lanjutnya, harus menertibkan keberadaan perusahaan tambang dan WKP dengan mencabut izinnya.
Merah mengungkapkan kehadiran penambangan di wilayah Banten dan Jawa Barat itu hadir lewat dua cara, kolonialisme pada 1938 dan korporasi PT Antam pada 1974.
"Semuanya harus ditertibkan, harus dicabut izinnya. Termasuk yang ilegal. Kita mendukung yang ilegal diberantas juga, tapi dosa historis jangan lupa," tuturnya.
 Jatam menyoroti keberadaan perusahaan tambang legal yang beraktivitas di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). (Dok. Istimewa/Jatam) |
Lebih lanjut, Merah menyatakan tak mungkin ada penambangan liar kalau tidak ada yang melindungi. Ia menyebut pada Desember 2019 ada penambang liar yang terjebak longsor di Lebak, namun tetap dibiarkan sampai akhirnya terjadi bencana banjir bandang.
Menurutnya, Jokowi juga harus berani menindak para pelindung penambang liar di wilayah TNGHS. Ia menyebut setiap hasil penambangan liar pasti ada yang menadah untuk kemudian dijual kepada perusahaan yang bisa mengolahnya.
"Kalau diinvestigasi lebih lanjut siapa sih yang beli emas itu, penadahnya. Artinya, orang nambang jualnya ke mana, pasti akan mengalir ke pasar, dalam artian korporasi. Tambang emas seperti candu," katanya.
Merah mendesak Jokowi melihat permasalahan ini secara utuh dan tak hanya menyalahkan keberadaan penambang liar. Menurutnya, jangan menjadikan bencana banjir bandang ini sebagai pencitraan baru.
"Pakai kacamata yang jernih, kacamata yang baru, jangan kabur kacamatanya. Jangan dijadikan, masalah banjir ini hanya pencitraan doang, datang kemudian sebut tambang liar, selesai," tuturnya.
"Ketika ini (banjir bandang) bilang akibat tambang ini sebenarnya nunjuk diri sendiri pemerintah. Karena yang keluarkan izin pemerintah, WKP maupun tambang, yang beking juga pemerintah kok, polisi. Sekarang berani, enggak? Makanya kami sarankan pakai kacamata biar jernih penglihatannya, lihat sejarah historinya juga," ujar Merah melanjutkan.
Merah mengatakan solusi yang bisa diambil Jokowi adalah moratorium izin tambang, khususnya di kawasan rawan bencana. Jatam, kata Merah, mencatat terdapat 783 izin tambang berada di kawasan rawan bencana banjir, longsor, gempa bumi, dan tsunami.
"Izin tambang di kawasan rawan bencana segera evaluasi cabut. Kalau enggak sebenarnya mengundang bencana datang. Bisa dimulai dari Jawa Barat dan Banten," katanya.
Direktur Niaga PT Antam Aprilandi Hidayat Setia belum menjawab konfirmasi
CNNIndonesia.com terkait aktivitas tambang perusahaan di wilayah TNGHS.
[Gambas:Video CNN] (fra/psp/pmg)