
Lutfi Disetrum dan Dianiaya, Polisi Sarankan Lapor Propam
Rabu, 22 Jan 2020 19:31 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Lutfi Alfiandi, demonstran yang fotonya viral membawa bendera di tengah demo pelajar STM, mengaku disetrum dan dianiaya saat diperiksa polisi di Markas Polres Jakarta Barat. Namun polisi membantah kesaksian Lutfi.
Penyiksaan itu disampaikan Lutfi dalam persidangan kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/1). Di hadapan majelis hakim, Lutfi mengaku disetrum hingga kepalanya pusing. Dia juga mengaku ditendangi dengan mata tertutup dan posisi jongkok.
Dia bercerita penganiayaan itu dialami saat dirinya dimintai keterangan di Mapolres Jakbar. Ketika itu oknum penyidik terus menerus meminta Lutfi mengaku telah melempar batu ke arah polisi saat demo September 2019. Lutfi akhirnya terpaksa menuruti permintaan polisi karena berada di bawah tekanan.
Pengacara Lutfi, Sutra Dewi membenarkan pengakuan kliennya tersebut. Dewi menduga selama ini Lutfi tidak menceritakan penganiayaan itu karena takut. Penyiksaan itu baru terungkap jelas di pengadilan.
"Ya kita tidak bisa pungkiri, karena fakta persidangan betul itu terungkap," kata Dewi kepada CNNIndonesia.com, Rabu (22/1).
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mempersilakan kepada Lutfi untuk membuat laporan jika memang mengalami penganiayaan.
"Kalau memang enggak terima, ada yang namanya dewan pengawas kami, Propam. Laporkan bila perlu. Nanti akan kami lakukan pemeriksaan," ujar Yusri di Polda Metro Jaya, Rabu (22/1).
Kendati demikian, Yusri mengklaim tak ada penganiayaan yang dilakukan penyidik kepada Lutfi saat proses pemeriksaan. Ia juga mengklaim kepolisian bekerja secara profesional dalam menangani kasus tersebut.
"Polri sudah bekerja secara profesional. Silakan saja dia (Lutfi) mau menyampaikan seperti itu (disiksa dengan cara disetrum), silakan saja. Sidang masih berlangsung kita tunggu sampai nanti putusannya, nanti ada mekanismenya," tuturnya.
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Audie S. Latuheru juga membantah bahwa jajarannya telah melakukan penganiayaan. Ia telah menanyakan hal tersebut kepada jajarannya dan tidak menemukan fakta seperti yang disampaikan Lutfi.
Menurut Audie, pemeriksaan terhadap Lutfi dilakukan oleh jajaran Polres Metro Jakarta Pusat. Ia menyebut Polres Metro Jakarta Barat hanya menjadi tempat penitipan para tersengka.
"Kami hanya ketempatan hanya untuk mengamankan saja. Kemudian Polres Metro Jakarta Pusat yang tindak lanjuti," kata Audie.
Audie berdalih, jika memang terjadi penganiayaan, seharusnya ada pihak lain yang melihat kejadian itu. Sebab menurutnya, saat itu tak hanya Lutfi yang diamankan aparat kepolisian.
Tim pengacara Lutfi belum memutuskan untuk melaporkan dugaan penganiayaan yang dialami kliennya kepada Propam. Pihaknya akan mendiskusikan hal ini dengan Lutfi dan keluarganya karena berkaitan dengan risiko yang akan dialami.
"Tim belum mendiskusikan ke arah situ. Kalau memang nanti ada keputusan bersama, apakah harus meminta perlindungan ke LPSK atau melaporkan ke Propam, itu belum saat ini belum ada keputusan," kata Dewi.
LPSK Sebut BAP Terancam Tak Sah
Menanggapi dugaan penyiksaan yang dialami Lutfi Alfiandi, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Manager Nasution menyatakan tindakan penyiksaan dalam proses interogasi tidak pernah dibenarkan dalam situasi apapun.
"Penyiksaan adalah pelanggaran hukum dan merupakan bentuk abuse of power, apalagi ini dilakukan kepada seorang anak, mestinya ada pendekatan dengan perspektif perlindungan anak," ujar Nasution dalam keterangan tertulis.
Nasution berpandangan jika benar Lutfi mengalami penyiksaan, maka Berita Acara Penyidikan (BAP) menjadi tidak sah secara hukum dan dapat dijadikan dasar pembatalan dakwaan di pengadilan.
Hal itu dapat dilihat dalam Pasal 15 UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia. Pasal itu berbunyi, "Segala pernyataan yang diperoleh sebagai akibat kekerasan dan penyiksaan tidak boleh diajukan sebagai bukti."
Nasution menjelaskan, aturan melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, hingga penahanan ada dalam KUHAP. Pasal 52 KUHAP menyatakan, "Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan peradilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim".
Lalu pada pasal 117 KUHAP menyatakan bahwa, "Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun".
Nasution meminta Kepolisian pro aktif melakukan penyelidikan atas dugaan penyiksaan kepada Lutfi, agar isu yang berkembang tidak semakin liar. Menurutnya, jika ada dugaan polisi yang menangkap dan memeriksa melakukan penyiksaan, maka korban disarankan untuk segera melapor kepada Propam Polri.
"Kalau benar terbukti ada oknum penyidik melakukan penyiksaan, saya berharap pelaku dapat dikenakan sanksi tegas, bila perlu dipecat, agar menjadi peringatan bagi penyidik lainnya," kata Nasution.
Dalam perkara ini, Lutfi didakwa melawan aparat yang sedang menjalankan tugas atau melanggar Pasal 212 jo 214 KUHP.
Jaksa penuntut umum menuturkan, Lutfi dan pelajar lainnya telah diminta berkali-kali membubarkan diri oleh aparat saat terjadi kerusuhan. Namun, saat itu ia dan massa tetap bertahan berada di kawasan DPR. Ia bahkan dituduh melemparkan batu ke arah polisi.
Lutfi juga didakwa merusak fasilitas umum dan melakukan kekerasan terhadap aparat polisi atau melanggar Pasal 170 KUHP. Selain itu, Lutfi juga didakwa Pasal 218 KUHP lantaran tidak pergi dari kawasan DPR meski aparat kepolisian telah meminta untuk pergi sebanyak tiga kali.
[Gambas:Video CNN] (ika/pmg)
Penyiksaan itu disampaikan Lutfi dalam persidangan kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/1). Di hadapan majelis hakim, Lutfi mengaku disetrum hingga kepalanya pusing. Dia juga mengaku ditendangi dengan mata tertutup dan posisi jongkok.
Dia bercerita penganiayaan itu dialami saat dirinya dimintai keterangan di Mapolres Jakbar. Ketika itu oknum penyidik terus menerus meminta Lutfi mengaku telah melempar batu ke arah polisi saat demo September 2019. Lutfi akhirnya terpaksa menuruti permintaan polisi karena berada di bawah tekanan.
Pengacara Lutfi, Sutra Dewi membenarkan pengakuan kliennya tersebut. Dewi menduga selama ini Lutfi tidak menceritakan penganiayaan itu karena takut. Penyiksaan itu baru terungkap jelas di pengadilan.
"Ya kita tidak bisa pungkiri, karena fakta persidangan betul itu terungkap," kata Dewi kepada CNNIndonesia.com, Rabu (22/1).
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mempersilakan kepada Lutfi untuk membuat laporan jika memang mengalami penganiayaan.
"Kalau memang enggak terima, ada yang namanya dewan pengawas kami, Propam. Laporkan bila perlu. Nanti akan kami lakukan pemeriksaan," ujar Yusri di Polda Metro Jaya, Rabu (22/1).
Kendati demikian, Yusri mengklaim tak ada penganiayaan yang dilakukan penyidik kepada Lutfi saat proses pemeriksaan. Ia juga mengklaim kepolisian bekerja secara profesional dalam menangani kasus tersebut.
"Polri sudah bekerja secara profesional. Silakan saja dia (Lutfi) mau menyampaikan seperti itu (disiksa dengan cara disetrum), silakan saja. Sidang masih berlangsung kita tunggu sampai nanti putusannya, nanti ada mekanismenya," tuturnya.
![]() |
Menurut Audie, pemeriksaan terhadap Lutfi dilakukan oleh jajaran Polres Metro Jakarta Pusat. Ia menyebut Polres Metro Jakarta Barat hanya menjadi tempat penitipan para tersengka.
"Kami hanya ketempatan hanya untuk mengamankan saja. Kemudian Polres Metro Jakarta Pusat yang tindak lanjuti," kata Audie.
Audie berdalih, jika memang terjadi penganiayaan, seharusnya ada pihak lain yang melihat kejadian itu. Sebab menurutnya, saat itu tak hanya Lutfi yang diamankan aparat kepolisian.
Tim pengacara Lutfi belum memutuskan untuk melaporkan dugaan penganiayaan yang dialami kliennya kepada Propam. Pihaknya akan mendiskusikan hal ini dengan Lutfi dan keluarganya karena berkaitan dengan risiko yang akan dialami.
"Tim belum mendiskusikan ke arah situ. Kalau memang nanti ada keputusan bersama, apakah harus meminta perlindungan ke LPSK atau melaporkan ke Propam, itu belum saat ini belum ada keputusan," kata Dewi.
LPSK Sebut BAP Terancam Tak Sah
Menanggapi dugaan penyiksaan yang dialami Lutfi Alfiandi, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Manager Nasution menyatakan tindakan penyiksaan dalam proses interogasi tidak pernah dibenarkan dalam situasi apapun.
"Penyiksaan adalah pelanggaran hukum dan merupakan bentuk abuse of power, apalagi ini dilakukan kepada seorang anak, mestinya ada pendekatan dengan perspektif perlindungan anak," ujar Nasution dalam keterangan tertulis.
![]() |
Hal itu dapat dilihat dalam Pasal 15 UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia. Pasal itu berbunyi, "Segala pernyataan yang diperoleh sebagai akibat kekerasan dan penyiksaan tidak boleh diajukan sebagai bukti."
Nasution menjelaskan, aturan melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, hingga penahanan ada dalam KUHAP. Pasal 52 KUHAP menyatakan, "Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan peradilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim".
Lalu pada pasal 117 KUHAP menyatakan bahwa, "Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun".
Nasution meminta Kepolisian pro aktif melakukan penyelidikan atas dugaan penyiksaan kepada Lutfi, agar isu yang berkembang tidak semakin liar. Menurutnya, jika ada dugaan polisi yang menangkap dan memeriksa melakukan penyiksaan, maka korban disarankan untuk segera melapor kepada Propam Polri.
"Kalau benar terbukti ada oknum penyidik melakukan penyiksaan, saya berharap pelaku dapat dikenakan sanksi tegas, bila perlu dipecat, agar menjadi peringatan bagi penyidik lainnya," kata Nasution.
Dalam perkara ini, Lutfi didakwa melawan aparat yang sedang menjalankan tugas atau melanggar Pasal 212 jo 214 KUHP.
Jaksa penuntut umum menuturkan, Lutfi dan pelajar lainnya telah diminta berkali-kali membubarkan diri oleh aparat saat terjadi kerusuhan. Namun, saat itu ia dan massa tetap bertahan berada di kawasan DPR. Ia bahkan dituduh melemparkan batu ke arah polisi.
Lutfi juga didakwa merusak fasilitas umum dan melakukan kekerasan terhadap aparat polisi atau melanggar Pasal 170 KUHP. Selain itu, Lutfi juga didakwa Pasal 218 KUHP lantaran tidak pergi dari kawasan DPR meski aparat kepolisian telah meminta untuk pergi sebanyak tiga kali.
[Gambas:Video CNN] (ika/pmg)
TOPIK TERKAIT
ARTIKEL TERKAIT
Lihat Semua
BERITA UTAMA
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK