Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga bidang studi ular Sioux Indonesia mencatat sedikitnya dua anak warga Jawa Barat meninggal akibat gigitan
ular weling (
bungarus candidus) dalam periode 1 - 22 Januari 2020.
Kasus terbaru yaitu anak berusia 11 tahun bernama Andi Ramdani, warga Kelurahan Pasirjati, Kecamatan Ujung Berung, Kota Bandung yang tewas setelah beberapa jam dipatuk ular weling.
"Baru Januari ini saja sudah dua anak jadi korban meninggal akibat gigitan jenis ular yang sama. Semuanya di Jawa Barat," kata Pembina Sioux Indonesia Regional Jawa Barat, Herlina Agustin saat dihubungi Kamis (23/1) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum Andi, korban gigitan ular berbisa yaitu balita bernama Kayla Truyani (5), warga Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu. Kayla digigit ular saat bermain di sekitaran rumahnya pada Kamis (16/1).
Herlina melihat pada kedua kasus gigitan ular tersebut ada kesamaan soal lambannya penanganan. Bahkan kasus serangan ular berbisa di Indramayu sangat fatal akibat korban tak menceritakan kepada orang tuanya.
Padahal, kata Herlina, reaksi bisa ular weling yang menyerang ke tubuh manusia terbilang cepat. Butuh sekitar dua jam untuk melumpuhkan saraf. Racun neurotoksin yang terkandung bisa biasanya menyebar melalui kelenjar getah bening.
"Sebenarnya kalau dibawa cepat ke rumah sakit, Insya Allah korbannya bisa sembuh. Sebetulnya racun itu bisa tertangani karena sekarang sudah ada serum untuk mengatasi bisa ular," ujar Herlina.
Korban Gigitan Ular LainSelain ular weling, korban meninggal dunia akibat gigitan ular berbisa sepanjang Januari 2020 juga dialami petani di Tasikmalaya.
"Kalau yang di Tasikmalaya ini digigit ular cobra. Jadi baru Januari 2020 ini saja total ada tiga yang meninggal dunia akibat gigitan ular berbisa. Kalau laporan korban gigitan jumlahnya ada di atas 10 orang yang tersebar di berbagai daerah di Jabar," ucapnya.
Hal yang disoroti atas kematian akibat gigitan ular ini menurut Herlina salah satunya adalah teknik penanganan korban gigitan ular.
Sampai hari ini, kata dia, masih ada yang mempercayai mitos korban gigitan ular harus mengikat daerah bekas gigitan agar bisa ular tidak menyebar ke seluruh tubuh. Dia mengatakan hal itu salah.
"Yang jadi masalah saat ini adalah tidak banyak orang yang tahu penanganan korban gigitan ular yang paling tepat adalah imobilisasi. Yaitu membuat membuat bagian tubuh yang terkena gigitan benar-benar tidak bergerak. Tujuannya untuk menunda racun menjalar ke seluruh tubuh dan merusak organ-organ tubuh," paparnya.
[Gambas:Video CNN]Edukasi Satwa BerbahayaMengingat korban meninggal usia anak-anak, Herlina berharap peran aktif pemerintah dan sekolah agar memberikan edukasi dan pengetahuan soal satwa-satwa berbahaya.
"Anak-anak SD itu harus dikenalkan betul mengenai lingkungan terdekat. Misalnya apa hewan yang terdekat dengan mereka, mana yang berbahaya dan tidak," ucapnya.
Bila perlu, kata Herlina menambahkan, tayangan di media sosial terkait penanganan ular yang tidak sesuai prosedur untuk dijadikan perhatian instansi terkait. Padahal tontonan seperti itu saat ini mudah diakses anak-anak tanpa adanya edukasi yang jelas.
"Yang saya khawatir anak-anak ini sering melihat vlog-vlog atau di tayangan lainnya yang tidak mengedukasi seperti prank gitu. Kalaupun di tayangan itu ada ada disclaimer, kadang perbuatan sama perkataannya tidak sebanding. Jadi ini harus diberi perhatian juga," ucapnya.
(hyg/fea)