Jakarta, CNN Indonesia -- Amnesty International Indonesia (AII) menyesalkan vonis
Dede Lutfi Alfiandi, terdakwa penyerangan terhadap aparat, oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebab hakim dalam menjatuhkan vonis mengesampingkan dugaan penyiksaan yang dialami Lutfi.
Amensty menilai seharusnya hakim menunggu lebih dulu hasil pemeriksaan internal terhadap anggota Polri yang diduga melakukan penyiksaan sebelum menjatuhkan hukuman kepada Lutfi.
"Vonis bersalah terhadap Dede Lutfi, tanpa menunggu terlebih dahulu hasil dari proses penyidikan internal polisi tentang dugaan penyiksaan selama proses interogasi terdakwa, sangat disesalkan," ujar Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid dalam siaran pers, Jum'at (31/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usman memandang jika anggota Polri terbukti melakukan penyiksaan saat proses penyidikan, dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Lutfi dapat dipertanyakan.
"Jika penyiksaan terhadap terdakwa terbukti, maka hakim seyogyanya menganulir dakwaan jaksa penuntut umum," pungkasnya.
Pada Selasa (28/1), Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra mengatakan lima penyidik Polres Metro Jakarta Barat diperiksa terkait dugaan penyiksaan terhadap Dede Lutfi.
Pemeriksaan itu buntut dari pengakuan Lutfi yang menyatakan penyidik Polri telah melakukan penganiayaan berupa pukulan dan penyetruman. Tindakan tersebut dilakukan penyidik agar Lutfi mengakui apa yang tidak diperbuatnya.
[Gambas:Video CNN]Hal tersebut terungkap saat ia menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/1).
Sementara itu Lutfi sendiri telah dijatuhi vonis empat bulan pidana penjara. Ia terbukti bersalah dalam kasus penyerangan terhadap petugas dalam unjuk rasa ricuh di depan gedung DPR. Agenda vonis ini dilakukan sehari setelah pembacaan tuntutan oleh jaksa.
Persidangan Lutfi, tambah Usman, menunjukkan betapa pentingnya prinsip pengecualian bukti yang datang dari proses-proses melawan hukum, seperti penganiayaan dan penyiksaan, dimasukkan ke dalam hukum acara pidana.
"Jika dibiarkan tanpa ada pembuktian, maka itu sama saja memberikan sinyal hijau kepada aparat yang diduga terlibat penyiksaan, untuk mengulangi perbuatannya di masa depan," tandasnya.
(ryn/osc)