Jakarta, CNN Indonesia -- PT Jakarta Utilitas Propertindo (JUP) mengklaim segala bentuk hitung-hitungan dan bagi hasil proyek pusat kuliner di atas
RTH era Basuki Tjahaja Purnama atau
Ahok, antara pihaknya dan PT Prada Dika Niaga (PDN) sudah ideal atau proporsional.
Head of Legal and Corporate Secretary PT JUP Andika Silvanda menyatakan bahwa hitung-hitungan tersebut berdasarkan perhitungan tenaga ahli profesional.
"Proses penghitungan sudah kita libatkan tim ahli. Tidak serta merta keluar angka itu. Kita ada pengkajian dan perhitungan sendiri dilakukan pihak independen," kata Andika kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (6/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi profesional untuk melihat sumbangsih kita apa sih. Kemudian idealnya (bagi hasilnya) berapa," lanjut dia.
Sebelumnya, Ketua Fraksi PDIP di DPRD DKI Gembong Warsono mengkritik harga sewa unit dan bagi hasil di pusat kuliner tersebut yang dinilainya merugikan DKI.
Dari data yang dimiliki, Gembong mengatakan DKI hanya mendapat 15 persen dari bagi hasil dengan swasta di proyek pusat kuliner. Selain itu harga sewa unit Rp64 juta juga dianggap mahal bagi UMKM.
"Apakah UMKM mampu membayar Rp 64 juta? Itu dikerjasamakan selama 20 tahun dan bagi hasilnya luar biasa, 85 persen ke pihak swasta dan 15 persen pihak Jakpro," beber dia.
"Itu kan sama aja kayak dia (swasta) dikasih (lahan). Gue (DKI) nonton saja," lanjut dia.
Di sisi lain, Andika menjelaskan perhitungan bagi hasil sudah memasukkan komponen pembangunan infrastruktur oleh swasta.
Dengan perhitungan itu, menurut Andika, angka bagi hasil yang muncul masih kategori wajar lantaran swasta paling banyak mengeluarkan dana untuk melakukan pembangunan.
"Kita bisa dibilang hanya sedia tanah. Tapi kan proses pembangunan itu membutuhkan biaya yang besar. Infrastrukturnya,
marketing-nya belum kemudian sosialisasinya, perizinan dan sebagainya. Tapi kalau dilihat ternyata hitungannya masuk," jelas dia.
[Gambas:Video CNN]Andika menjelaskan bahwa proyek wisata kuliner antara PT JUP dengan PT PDN adalah murni kerja sama bisnis. Pembangunan infrastruktur di lokasi tidak mengeluarkan APBD.
"Proses pembangunan RTH pada dasarnya adalah skema B2B dan itu tidak ada menggunakan APBD DKI, sehingga skema kerja sama dibangunkan pihak swasta. Kemudian dalam rangka kerja sama berakhir akan dikembalikan ke kami," jelas dia.
Hal senada diungkapkan Andika menanggapi harga sewa yang disebutkan hingga Rp64 juta per meter. Menurut Andika, angka tersebut sudah melalui hitung-hitungan yang matang.
"Pada dasarnya pasti ada hitung-hitungan dari pihak independen. Kalau itu dirasa berat kita lihat apa yang diberikan jual beli. Yang pasti ada angka ada imbalan yang diberikan," ungkap dia.
Andika menyatakan pula bahwa pihaknya sudah melakukan izin dan sesuai prosedur. Pihaknya juga mengklaim sudah melakukan komunikasi dan sosialisasi dengan pihak-pihak yang terkait pembangunan RTH.
(ctr/osc)