PVMBG Jelaskan Sebab Longsor Bandung Barat Dekat Cipularang

hyg | CNN Indonesia
Selasa, 18 Feb 2020 05:48 WIB
Genangan air akibat hujan dan kemunculan mata air baru membuat lereng menjadi lemah sehingga longsor terjadi.
Longsor di Bandung Barat diakibatkan genangan dan mata air yang membuat lereng menjadi lemah (Dok. Istimewa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan tanggapan atas bencana tanah longsor yang terjadi di Kampung Hegarmanah RT 02 RW 04, Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, pada Selasa (11/2) malam.


Setelah kejadian itu, sedikitnya 80 warga mengungsi. Titik longsor juga berdekatan dengan lereng badan jalan Tol Cipularang KM 118+600B.

Kepala PVMBG Kasbani menjelaskan titik longsor berada pada ketinggian 755 meter di bawah permukaan laut. Gerakan tanah bertipe longsoran yang berkembang menjadi aliran bahan rombakan dan aliran tanah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gerakan tanah ini, kata dia, terjadi pada perbukitan dengan kemiringan lereng 22-25 derajat dan arah gerak longsoran N186°E. Dimensi Longsoran memiliki lebar gawir mahkota 43,73 meter, panjang landaan longsoran 312 meter, dengan sudut gawir sekitar 65 derajat. Adapun total luas area terdampak 16.030 meter persegi.

"Material longsor berupa lumpur dan tanah," ujarnya, Senin (17/2).

Secara umum longsor disebabkan beberapa faktor. Mulai dari tanah pelapukan yang tebal dan memiliki porositas dan permeabilitas tinggi, kemiringan lereng yang curam atau lebih dari 20 derajat, sistem drainase yang tidak berfungsi dan tata guna lahan yang berupa lahan basah atau adanya persawahan.

"Genangan air yang berada di utara seluas 4.079 meter persegi, yang mengakibatkan munculnya mata air atau rembesan baru di badan jalan tol sebelah selatan menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah," katanya.
Menurut Kasbani, kondisi daerah longsoran dulunya merupakan daerah aliran sungai. Masih bisa terlihat morfologi cekungan dari Digital Elevation Model (DEM).

"Secara khusus mekanisme terjadinya gerakan tanah karena kelerengan yang curam dan banyak tekuk lereng yang merupakan jalur air, tanah pelapukan yang tebal, batuan vulkanik yang poros air, tata guna lahan berupa sawah di bagian atas dan kemiringan lereng yang curam," ujarnya.

Sebelum longsor pada 11 Februari, kata dia, sempat ada kejadian longsor 2019 di bagian utara jalan tol yang menyebabkan saluran tersumbat sehingga menimbulkan terjadinya genangan air.

Rembesan dari genangan air inilah yang mengakibatkan meningkatnya muka air tanah dan tekanan pori sehingga tahanan lereng menjadi lemah. 

"Hal ini membuat kondisi tanah dan batuan menjadi jenuh air yang menyebabkan bobot masanya bertambah dan kuat gesernya menurun, tanah tidak stabil dan mudah bergerak," tuturnya.

Dia menambahkan, kondisi tanah yang jenuh air memperlihatkan mekanisme pergerakan tanah mulai bergerak pada bagian bawah yang kemudian menarik lereng bagian atasnya atau lereng selatan badan jalan tol.

[Gambas:Video CNN]
Dengan demikian, Kasbani menyimpulkan bahwa gerakan tanah yang terjadi bertipe longsoran aliran tanah.

"Daerah ini masih berpotensi untuk bergerak baik longsoran tipe cepat maupun longsoran tipe lambat berupa rayapan jika tidak ada mitigasi baik non struktural maupun struktural," katanya.

Mengingat kondisi curah hujan yang masih tinggi dan masih ada potensi gerakan tanah di lokasi dan untuk menghindari longsor susulan yang lebih besar hingga jatuhnya korban jiwa PVMBG merekomendasikan beberapa hal.

Pertama, mengeringkan genangan air baik di utara dan selatan jalan tol. Lalu, membersihkan dan memperbaiki saluran drainase yang tersumbat serta melakukan evaluasi gorong-gorong yang masih berada diatas lembah.

"Selama dilakukan penanganan mitigasi struktural penahan lereng perlu dilakukan pembatasan beban kendaraan di jalan tol," ucapnya.
Kemudian, perbaikan dan pembuatan sistem drainase yang kedap air yang mengikuti alur air pada area persawahan yang berada di hulu (utara) hingga bagian permukiman di hilir (selatan).

Selain itu, Kasbani mengatakan, perlu dilakukan penyelidikan geologi teknik untuk memproteksi lereng dengan rekayasa vegetasi atau rekayasa engineering yang bisa berupa sheetpile atau borepile.

Hal yang tak kalah pentingnya adalah melakukan pemantauan sebagai upaya mitigasi dini terhadap tubuh jalan tol. Serta melakukan pemantauan terhadap retakan, rembesan air, mata air baru, mata air lama menjadi keruh, pohon atau tiang yang miring, lereng yang menggembung, runtuhan batu kecil dan gejala-gejala awal terjadinya pergerakan tanah

"Sosialisasi terhadap masyarakat dan pengguna jalan dalam rangka peningkatan kewaspadaan dan kapasitas masyarakat. Evaluasi penataan ruang sangat perlu dilakukan dan memperhatikan aspek bencana. Dan koordinasi dan himbauan untuk mengikuti arahan instansi terkait," ujarnya.
(bmw/bmw)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER