Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam)
Mahfud MD menyatakan pemerintah mematuhi putusan
Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kebijakan kenaikan iuran
BPJS Kesehatan.
"Sekali diketuk, ya, ikuti saja. Pemerintah tidak boleh melawan putusan pengadilan," ujarnya di Kantor Kemenko Polhukam, Senin (9/3).
Mahkamah Agung hari ini mengabulkan gugatan uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2020.
"Menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi amar putusan yang diberikan Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, Senin (9/3) kepada
CNNIndonesia.com.
Dalam pertimbangannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) dalam Perpres baru itu bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28 H jo Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 dan bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4 huruf b, c, d, dan e, Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Kemudian juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 huruf b, c, d, dan e Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, serta Pasal 4 jo Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Mahfud pun mengatakan keputusan
judicial review ialah final dan bisa diganggu gugat.
[Gambas:Video CNN]"
Judicial review itu adalah keputusan final tidak ada banding, beda dengan gugatan perdata atau pidana," tukas Mahfud yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Sementara itu pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar mengatakan putusan MA membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan langsung berlaku.
"Putusan langsung berlaku mengikat meskipun presiden belum membatalkan keputusannya. Kecuali presiden tidak menghargai hukum," kata Ficar kepada
CNNIndonesia.com. (ndn/wis)