Agus Rahardjo dkk Minta MK Hentikan Penerapan UU KPK Baru

CNN Indonesia
Selasa, 10 Mar 2020 05:15 WIB
Eks Ketua KPK Agus Rahardjo dan 13 pemohon meminta agar MK hentikan UU KPK baru sampai nantinya diputuskan di persidangan konstitusi.
Refleksi Gedung Merah Putih yang menjadi markas KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Eks Ketua KPK Agus Rahardjo dan 13 pemohon uji formil Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menghentikan sementara penerapan beleid tersebut

"Kita sebagai kuasa hukum pemohon perkara 79 meminta agar MK menghentikan UU KPK baru sampai nanti diputus di persidangan konstitusi," ujar salah satu anggota kuasa hukum Agus cs, Kurnia Ramadhana, Senin (9/3).

Kurnia mengungkapkan alasan permintaan itu karena UU KPK baru memiliki sejumlah dampak yang menghambat kinerja lembaga antirasuah. Ia mencontohkan pemusnahan penyadapan, penggeledahan yang lambat, dan pelantikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang berakibat terhadap kekeliruan menafsirkan pasal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Poin keduanya soal, kita soroti penggeledahan yang lambat di Kantor PDIP [Kasus PAW]. Yang ketiga soal Ghufron yang harusnya enggak bisa dilantik sehingga Presiden [Jokowi] keliru dalam menafsirkan pasal di UU KPK baru," tambahnya.

Mengenai penyadapan, Kurnia mengatakan Pasal 12D Angka 2 mengatur hasil yang tidak terkait dengan Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani KPK wajib dimusnahkan seketika.

Sementara untuk Nurul Ghufron belum mencukupi persyaratan usia pimpinan sebagaimana diatur dalam UU KPK yakni minimal 50 tahun dan maksimal 65 tahun. Saat ini, Ghufron baru menyentuh usia 45 tahun.

Lebih lanjut, Kurnia menyatakan pihaknya juga meminta MK menghadirkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di persidangan. Menurutnya, banyak pertanyaan yang belum bisa dijawab kuasa hukum pemerintah, termasuk keberadaan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

"Nah, ketika mereka ditanya soal logika pembentukan dewas, itu mereka enggak bisa menjelaskan. Mereka mendasarkan dari UNCAC (konvensi PBB soal melawan korupsi) Pasal 6 memandatkan negara-negara peserta membentuk badan baru untuk agenda pemberantasan korupsi," ucap Kurnia.

"Kita memaknai UNCAC itu membentuk lembaga antikorupsi seperti KPK, nah mereka menjawabnya Pasal 6 ini membentuk dewas," imbuhnya.

Datangi KPK, MPR Ingin Dengar Keluhan dari UU Baru

Sementara itu, pada Senin siang, tujuh pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mendatangani kantor KPK di Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka adalah Bambang Soesatyo, Zulkifli Hasan, Ahmad Basarah, Hidayat Nur Wahid, Arsul Sani, Jazilul Fawaid, dan Fadel Muhammad.

Fadel mengatakan tujuan kunjungan ini guna mendengarkan keluhan KPK mengenai implementasi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Karena kita mendengar ada beberapa hambatan-hambatan dari UU yang baru. Nah, kita ingin klarifikasi dan mendengar dari mereka," kata Fadel di Kantor KPK, Jakarta, Senin.

[Gambas:Video CNN]
Fadel mengaku sudah mengetahui pelemahan-pelemahan akibat implementasi UU KPK baru yang membuat kinerja lembaga antirasuah itu terhambat. Atas dasar itu, kata dia, pihaknya ingin mendengar lebih lanjut untuk kemudian ditindak lanjuti.

"Kita ingin agar ke depan bagaimana ada kerja sama yang baik antara MPR dengan KPK terutama dalam memberantas korupsi," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Tim analisis KPK menyatakan setidaknya terdapat 26 persoalan dalam Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Kedua UU KPK berisiko memperlemah kerja KPK.

Poin pelemahan itu misalnya KPK diletakkan sebagai lembaga negara di rumpun eksekutif yang akan mengurangi independensi KPK, pegawai KPK merupakan Aparatur Sipil Negara, sehingga ada resiko independensi terhadap pengangkatan, pergeseran dan mutasi pegawai saat menjalankan tugasnya.

(ryn, mts/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER