Gadis Bunuh Bocah, LPAI Sebut Penjara Bukan Solusi Tepat

CNN Indonesia
Rabu, 11 Mar 2020 18:42 WIB
Ketua Bidang Pemantauan dan Kajian Anak LPAI, Reza Indragiri menilai ekspos kasus dugaan pembunuhan bocah 6 tahun oleh gadis 15 tahun perlu dilakukan hati-hati.
Ilustrasi penjara. (Istockphoto/chinaface).
Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) menyebut sanksi penjara pelaku pembunuhan yang masih kategori anak di bawah umur bukan solusi tepat. Hal ini merespons kasus dugaan pembunuhan yang dilakukan NF, gadis 15 tahun terhadap bocah 6 tahun di Sawah besar, Jakarta Pusat.

"Rekomendasi sedemikian rupa tentu tidak mungkin--sama sekali tidak mungkin--dikenakan kepada para pelaku yang masih berusia anak-anak," kata Ketua Bidang Pemantauan dan Kajian Anak LPAI, Reza Indragiri dalam keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com, Rabu (11/3).

Reza yang juga pakar psikologi forensik ini menjelaskan, studi kekinian di bidang psikologi dan neuroscience memandang anak-anak dengan tabiat callous unemotional (CU, sebutan yang lebih lazim bagi anak-anak berkepribadian psikopat) tidak layak dihukum seperti halnya pelaku dewasa yang juga melakukan pembunuhan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika pelaku merupakan orang dewasa, tentu rekomendasi hukuman yang paling tepat adalah hukuman maksimal.


"Kalau saja pelaku adalah individu berusia dewasa, tidak sulit bagi saya untuk merekomendasikan 'hukuman batas paling penghabisan' sebagai satu-satunya pilihan atas ketidakampuhan pemenjaraan dan rehabilitasi," kata dia.

Di sisi lain, belum ada satu pun formula rehabilitasi psikis dan sosial yang benar-benar ampuh mengubah tabiat maupun perilaku pelaku dengan kecenderungan CU menjadi lebih positif.

Dia menambahkan, yang patut digarisbawahi bahwa tidak serta-merta kondisi CU menjadikan pelaku melakukan kejahatan. Menurut dia, tetap ada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya.

"Tontonan kekerasan, perceraian orang tua, dan kondisi prasejahtera bisa menjadi faktor-faktor pemicu tersebut. Ditambah lagi dengan pengabaian masyarakat sekitar dan wilayah yang jauh dari tertata," kata Reza.

Reza sendiri menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik kepolisian terhadap proses hukum kasus ini. Menurut dia penyidik tetap punya pertimbangan tersendiri, terutama ketika banyak pihak tetap meminta pelaku dihukum seberat-beratnya.

"Saya apresiasi kerja teman-teman di Polres Jakpus. Membayangkan kekejian pelaku, barangkali banyak kalangan ingin si pelaku dihukum seberat mungkin. Silakan ditimbang-timbang," katanya.

[Gambas:Video CNN]
Yang jelas, tambah Reza, jangan sampai publikasi maupun ekspos kasus ini menimbulkan stigma negatif terhadap pelaku. Apalagi kasus ini menjadi perhatian publik.

"Pada satu sisi, bahwa ekspos kasus tidak semestinya sampai menstigma si pelaku. Tapi juga tak elok jika kasus ini dibiarkan luput dari perhatian masyarakat," ujar Reza.

Selain itu publikasi kasus ini juga tidak sepantasnya berekses pada menginspirasi bagi anak atau remaja lain. Apalagi, generasi sekarang dinilai lebih mudah meluapkan emosinya.

"Harus diakui, anak-anak generasi sekarang lebih mudah meledak dibanding generasi sebelumnya," tutur Reza.

Diketahui, kasus dugaan pembunuhan ini terungkap setelah NF menyerahkan diri ke Polsek Metro Taman Sari, Jakarta Barat. Kepada polisi, ia mengaku telah membunuh bocah berumur 6 tahun berinisial APA.

NF pun mengakui aksinya itu terinspirasi dari film horor, Slenderman dan Chucky. Ia juga tidak menunjukkan penyesalan di hadapan polisi. (dmi/osc)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER