Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhi hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara kepada Muchtar Effendy. Selain itu, majelis juga menghukum Muchtar denda sebesar Rp300 juta subsidair tiga bulan kurungan penjara.
Ia dinilai terbukti bersalah menerima suap dan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan menyamarkan harta hasil korupsi yang melibatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Muchtar Effendy secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana gabungan korupsi dan pencucian uang secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Ni Made Sudani saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vonis hakim kepada orang dekat Akil Mochtar itu lebih ringan dari tuntutan jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya, jaksa menuntut agar Muchtar dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp450 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Hakim menyatakan Muchtar bersama Akil terbukti menerima suap Rp16,42 miliar dan US$316.700 dari mantan Wali Kota Palembang Roni Herton. Suap itu diberikan terkait permohonan keberatan Romi dalam Pilkada Kota Palembang 2013 di MK.
Selain itu, Muchtar dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp10 miliar dan US$500 ribu dari mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri. Suap ini juga berkaitan dengan permohonan sengketa pilkada di MK.
Dalam kasus TPPU, Muchtar dinilai terbukit melakukan pencucian uang, di antaranya menitipkan uang sebesar Rp21,42 miliar dan US$816.700 kepada Iwan Sutaryadi.
Muchtar juga diketahui menempatkan uang Rp4 miliar di rekening BPD Kalbar Cabang Jakarta, mentransfer uang Rp3,86 miliar dari rekening BPD Kalbar ke rekening CV Ratu Samagat.
Ia juga dinilai telah menempatkan uang di sejumlah rekening, yakni Rp11,09 miliar di rekening BPD Kalbar Cabang Jakarta, Rp1,5 miliar di rekening BCA milik Lia Tri, Rp500 juta di Bank Panin atas nama PT Promic Internasional, dan Rp500 juta di rekening BCA miliknya.
Muchtar juga mentransfer uang sebesar Rp7,38 miliar dari rekening miliknya di BPD Cabang Jakarta ke sejumlah pihak.
Tak hanya itu, ia juga menggunakan uang hasil cuci uang ini untuk membelanjakan sejumlah barang, di antaranya bahan baju hyget seharga Rp500 juta, pembelian 25 unit mobil dan 31 unit motor seharga Rp5,32 miliar.
Muchtar juga diketahui membeli tanah di Kabupaten Bengkayang senilai Rp1,2 miliar, membeli tanah di Sukabumi Rp50 juta, tanah dan bangunan di Kemayoran, Jakarta seharga Rp1,35 miliar. Ia juga membeli tanah dan bangunan di Cempaka Putih senilai Rp3,5 miliar, dan pembelian tanah di Kebumen, Jawa Tengah senilai Rp217 juta.
Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk yang memberatkan, Muchtar dianggap tak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi.
Sementara, hal yang meringankan, Muchtar bersikap sopan selama persidangan dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Hakim meyakini Muchtar melanggar Pasal 12 huruf c Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 66 ayat (1) KUHP.
Ia juga dinilai telah terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pada 2015, Muchtar juga telah divonis 5 tahun penjara karena terbukti memberikan kesaksian palsu dan mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan tidak benar dalam sidang Akil Mochtar.
(dmi/fra)