Jakarta, CNN Indonesia -- Pembatasan Sosial Berskala Besar (
PSBB) sudah sepenuhnya diterapkan di wilayah DKI
Jakarta untuk menangani penyebaran virus corona (
Covid-19). Namun pasien positif corona terus bertambah setiap harinya.
Provinsi DKI Jakarta merupakan wilayah yang lebih awal mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan untuk menerapkan PSBB pada 10 April 2020.
Setelah itu, kebijakan itu ikut diterapkan serentak di wilayah Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Bogor dan Kabupaten Bogor pada Rabu, 15 April 2020.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu menyusul wilayah Tangerang yang terdiri dari Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, dan Kabupaten Tangerang serentak menerapkan PSBB pada 18 April.
Pelbagai regulasi juga sudah disiapkan oleh masing-masing pemerintah daerah guna menyukseskan PSBB tersebut. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menyusun Pergub terkait PSBB yang mengatur terkait sanksi bagi pelanggar PSBB. Pelanggar akan dikenakan sanksi pidana satu tahun penjara dan denda Rp100 juta bila melanggar kebijakan tersebut.
 Teguran diberikan pada pelanggar PSBB. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma) |
Ahli Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia, Pandu Riono memandang penerapan PSBB di wilayah Jakarta belum sepenuhnya efektif. Sebab, mobilitas warga ibu kota dan daerah penyangga terbilang masih banyak.
Pandu memandang saat ini banyak warga yang merasa masih aman bepergian, meski wilayah tersebut sudah darurat penyebaran corona. Penerapan PSBB yang tujuan awalnya untuk membatasi pergerakan pun dinilainya belum tercapai.
"Kalau kita lihat di lapangan, spot-spotnya masih belum sepenuhnya berjalan. Kita belum tahu seberapa besar mau dibatasi kegiatan sosial di masyarakat seperti apa? Jadi [aturan] yang ditulis di atas kertas belum terimplementasi secara benar. Harusnya benar-benar dievaluasi," kata Pandu kepada
CNNIndonesia.com, Senin (20/4).
Mobilitas masyarakat di tengah penerapan PSBB menjadi persoalan tersendiri di wilayah Jabodetabek. Bahkan, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat ada 2.090 pelanggaran yang dilakukan pengendara saat penerapan PSBB hari kelima atau pada Selasa (14/4) di Jakarta. Mayoritas pelanggaran itu karena pengendara tak memakai masker.
Melihat persoalan itu, Pandu menilai masih banyak warga Jakarta dan sekitarnya yang belum mengetahui informasi memadai terkait larangan dalam kebijakan PSBB. Ia menilai pemerintah masih minim sosialisasi terkait kebijakan PSBB.
Hal itu yang lantas membuat masyarakat berbondong-bondong keluar rumah untuk beraktivitas seperti biasa di tengah darurat corona.
"Enggak ada
mass education. Seakan-akan masyarakat sudah tahu. Itu kan terlihat dari banyak yang melanggar. Kalau masyarakat paham itu lebih mudah," kata Pandu.
Pandu menjelaskan dalam khasanah kajian kesehatan masyarakat, pemerintah wajib melaksanakan protokol komunikasi risiko krisis yang baik kepada publik bila terjadi wabah yang meluas.
Komunikasi krisis itu bertujuan untuk mengomunikasikan pelbagai risiko yang jelas kepada masyarakat terkait wabah maupun kebijakan yang diambil untuk penanganan covid-19. Sebab, masyarakat dalam kondisi di tengah wabah dipastikan akan kebingungan dan wajib diedukasi dengan cepat oleh pemerintah.
"Kalau mereka ingin dapat info ke mana? Kalau mau dapat bantuan mitigasi sosial dan ekonomi ke mana? Berapa diterima? Itu bertujuan jangan sampai ada gejolak sosial. Itu disebut krisis. Kita ingin menekan gejolak sosial karena masyarakat bingung," kata dia.
Infografis Yang Dilarang dan Tidak Saat PSBB. (CNN Indonesia/Timothy Loen) |
Melihat hal itu, Pandu menyarankan agar pemerintah mampu menghadirkan kebijakan yang mudah dipahami masyarakat. Ia memandang semua pihak harus dilibatkan oleh pemerintah untuk melakukan sosialisasi yang masif terhadap kebijakan PSBB guna membatasi gerak masyarakat.
"Misalnya memanfaatkan asosiasi jejaring masjid untuk mensosialisasikan ini, Kominfo juga harus gencar melakukan sosialisasi, 1 jam sekali lah di media itu. Bisa juga menggunakan bahasa-bahasa yang mudah dimengerti masyarakat. Misal bisa bahasa daerah, Sunda, Jawa, sesuai dengan daerah lokal bisa. Jadi semua sarana harus dipakai," kata dia.
Belum EfektifSenada dengan Pandu, Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna mempertanyakan efektifitas kebijakan PSBB yang diterapkan di Jakarta.
Yayat menilai angka pasien positif dan meninggal akibat virus corona di Jakarta tak mengalami penurunan sejak penerapan PSBB belakangan ini.
Jumlah pasien yang dinyatakan positif terjangkit virus corona di Jakarta tembus pada angka 3.033 kasus per Minggu (19/4). Jumlah itu meningkat bila dibandingkan angka kasus positif di Jakarta pada Minggu (12/5) yang mencapai 2.082 kasus.
"PSBB bisa dinilai efektif dalam 2 minggu penerapan bila indikasi positif corona terjadi penurunan. Kalau PSBB di Jakarta katanya mau diperpanjang dan ternyata
case-nya enggak menurun itu tanda tanya. Bagaimana efektivitasnya?" kata Yayat.
Selain itu, Yayat memandang masih ada persoalan ekonomi yang harus dikerjakan oleh masyarakat untuk mencukupi kebutuhannya tiap hari. Hal itu yang menjadi pemicu banyak orang masih beraktivitas di luar rumah selama penerapan PSBB.
"Karena ada problem pembatasan sosial dan kebijakan instrumen pelindung ekonomi masyarakat yang belum bersinergi," kata Yayat.
Hal itu menurutnya menjadi dilematis. Sebab, banyak masyarakat kelas menengah ke bawah menanggap bekerja di luar rumah sebagai keharusan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Di sisi lain, program bantuan sosial dari pemerintah belum jelas terlihat dan diterima oleh masyarakat yang terkena dampak perekonomiannya akibat corona.
 Masih ada penumpukkan penumpang KRL saat PSBB berlaku. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono) |
"Jadi ini yang mendasar. Kalau di rumah terancam mati kalau enggak bekerja, di luar juga mati karena penyakit," kata Yayat.
"Tingkat mobilitas itu bergerak karena ada tuntutan kebutuhan. Bagi kelompok di lingkungan permukiman pemukiman, bagaimana? Di sinilah menurut saya instrumen bentuk bansos, penanganan jaring pengaman belum terbentuk baik," kata dia.
Sebelumnya Ketua Gugus Tugas Percepetan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengakui PSBB di DKI Jakarta dan beberapa daerah lain belum berjalan optimal.
"Sejak Keppres tentang PSBB yang dimulai di DKI maka kami dapat ambil beberapa data perkembangan. Ada yang positif, tapi masih ada yang belum optimal," kata Doni saat konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/4).
Doni mengatakan penerapan PSBB belum berjalan optimal karena masih banyak kantor dan pabrik di luar usaha yang tetap beroperasi. Hal ini membuat pekerja kantor dan buruh pabrik masih beraktivitas.
Meski begitu, Doni menyebut sudah ada kemajuan jika dibandingkan dengan minggu lalu. Salah satunya terjadi pengurangan jumlah penumpang di sejumlah halte, terminal, dan stasiun.Ia menyebut yang menjadi masalah saat ini bukan pada transportasi, tetapi perkantoran yang belum menerapkan kebijakan kerja dari rumah."Ini yang harus diupayakan dari tingkat imbauan, teguran, peringatan, sampai akhirnya gugus tugas daerah bisa lebih tegas lagi sanksi ke perusahaan yang belum patuhi protokol kesehatan," kata Doni. (rzr/pmg)
[Gambas:Video CNN]