Bandung, CNN Indonesia -- Adam (27) masih terus mengernyitkan dahi. Belum ada pembeli yang datang. Orang-orang hanya lalu lalang melewati dagangannya.
Adam adalah pedagang siomay dan baso tahu pangkalan. Dia berasal dari Madura, Jawa Timur, yang mengadu nasib di Kota
Bandung, Jawa Barat. Meski pembatasan sosial berskala besar (
PSBB) berlaku, dia tetap berjualan lantaran tak bisa mudik dan tak mendapat bantuan sosial (
bansos).
"Saya mulai dagang baru Senin (27/4) kemarin. Sebelumnya libur enggak dagang selama lima hari karena sudah mulai sepi yang beli," kata Adam saat ditemui, Kamis (30/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pendapatan Adam menurun drastis di tengah pandemi virus corona dan pemberlakuan PSBB. Masih ada yang membeli, namun tidak sebanyak biasanya. Terlebih, saat ini adalah bulan Ramadan.
"Dibilang ramai mah enggak, dibilang sepi enggak juga. Ya, lumayan pemasukan buat makan doang mah daripada sepi melompong nggak ada pemasukan sama sekali," kata Adam.
Sebenarnya, Adam ingin mudik ke Madura. Dia tahu pendapatannya akan menurun drastis akibat virus corona, sehingga berencana mudik.
Pada 24 April lalu, ia berencana kembali ke Madura. Akan tetapi, rencana Adam gagal terwujud. Tiket yang ia beli tak bisa dipakai karena perjalanan kereta api dibatalkan.
"Pas kebenaran mau pulang kampung itu disetop (perjalanan kereta). Tiket kereta akhirnya dibatalin karena tidak ada perjalanan ke Surabaya," kata Adam saat ditemui, Kamis (30/4).
Adam tinggal bersama empat orang pedagang lainnya di rumah kontrakan. Mereka semua tidak bisa mudik. Hanya mengandalkan hasil penjualan yang tak seberapa.
Dalam keadaan seperti ini, Adam berharap bantuan dari pemerintah pusat mau pun Pemprov Jabar. Adam sangat membutuhkan bantuan agar kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi.
 Masyarakat Kota Bandung mengurangi aktivitas akibat pandemi virus corona dan pemberlakuan PSBB ANTARA FOTO/Agung Rajasa ( ANTARA FOTO/Agung Rajasa.) |
Belum lagi tentang keluarga di Madura yang butuh dikirimi uang. Adam semakin kesulitan memenuhi itu semua.
"Sebagai pedagang kaki lima jelas butuh bantuan apalagi kondisi ekonomi kaya gini," ujar Adam yang masih ber-KTP Madura.
Bahkan Adam mengaku belum mengetahui cara mendapatkan bantuan sosial. Dia belum mendapat informasi bagaimana cara mendapatkannya. Adam berharap bansos juga diberikan kepadanya.
"Beberapa hari lalu, RT datang minta fotokopi KTP dan KK. Tapi sampai sekarang belum tahu apa maksud pendataan itu," ucapnya.
Pengamat kebijakan publik Universitas Padjadjaran Yogi Suprayogi mengkritik cara pemerintah menyalurkan bantuan sosial bagi masyarakat terdampak Covid-19, tak terkecuali pedagang kaki lima yang merantau.
Menurutnya, masih ada kelemahan yang perlu diperbaiki. Yogi mengatakan bansos sejauh ini diberikan kepada keluarga, bukan per individu.
"Padahal, dalam sebuah studi kasus misalnya seorang PKL berjualan, katakanlah di Jakarta, dan dia enggak bisa balik ke Garut," kata Yogi saat dihubungi.
"Keluarganya (di Madura) mungkin saja dapat bantuan. Tapi yang individual seperti kasus tersebut dianggap tidak memenuhi dari sisi administratif (KTP)," tambahnya.
Ia berharap pemerintah dari tingkat pusat sampai level RT berperan aktif mendata para pendatang yang tidak bisa pulang kampung di masa pandemi. Dengan begitu, bansos bisa tersalurkan secara optimal.
"Ini harus ada mekanisme mendata orang-orang ini (pekerja informal). Orang di Dinas Industri dan Perdagangan harus dilibatkan sehingga punya data siapa pelaku UKM, PKL, dan pekerja serabutan lainnya," ujar Yogi.
(hyg/bmw)
[Gambas:Video CNN]